![]() |
Penulis : H.SYAIFUL AZMAN/SEKRETARIS DINAS KOPERINDAG KOTA PARIAMAN |
Perencanaan dan penganggaran adalah
proses integral yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu organisasi, tidak
terkecuali organisasi sektor publik. Tanpa perencanaan dan penganggaran yang
baik, mustahil bagi pemerintah daerah untuk dapat mencapai tujuan yang
dicita-citakan.
Perencanaan pembangunan merupakan
fungsi utama manajemen pembangunan dalam proses jalannya pemerintah. Fungsi ini
muncul akibat dari kebutuhan pembangunan yang lebih besar dibandingkan dengan
ketersediaan sumber daya. Dengan perencanaan pembangunan yang baik, kegiatan
pembangunan dapat dirumuskan secara efisien dan efektif dengan hasil yang
optimal.
Perencanaan pembangunan daerah
secara khusus diatur dalam Undang Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), yang mengatur tahapan perencanaan
mulai dari Rencana Pemerintah Jangka Panjang, Rencana Pemerintah Jangka
Menengah (RPJM daerah), Renstra Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Renstra SKPD),
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (Renja SKPD).
Meskipun demikian, Undang-undang 23
Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, mengatur kembali system perencanaan
pembangunan daerah yang telah diatur dalam Undang Undang 25/2004 sebelumnya,
sekaligus mengatur pula proses penganggaran. Walaupun Undang Undang 23 tahun
2014 tidak mengatur sedetail Undang Undang SPPN khususnya perencanaan dan
proses penganggaran dalam Undang Undang 17 dan 33 tahun 2004, namun pengaturan
kembali ini menimbulkan kerancuan terhadap penafsirannya.
Sementara itu kalau diperhatikan
secara saksama dalam UndangUndang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
selanjutnya Undang Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah mengatur perencanaan pembangunan daerah, namun hanya terbatas pada
perencanaan tahunan yang meliputi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan
Rencana Kerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Renja SKPD), disamping mengatur
penyusunan APBD.
Terlepas dari ke-empat permasalahan
sinkronisasi undang-undang yang mengatur perencanaan dan penganggaran di atas,
yang terpenting bagaimana daerah bisa menyikapinya dengan bijak, salah satunya
adalah memfokuskan kinerja perencanaan dan penganggaran pada SKPD. Untuk itu
berdasarkan pengalaman penulis selama yang telah beberapa kali mutasi pada SKPD
yang berbeda, dapat merumuskan permasalahan dalam perencanaan dan penganggaran
di tingkat SKPD
Permasalahan klasik selama ini di
tingkat SPD isu stratejik (arah kebijakan) organisasi selama ini dalam
melaksanakan tupoksinya, adalah permasalahan dalam perencanaan dan penganggaran
sebagai berikut :
- Dalam menyusun perencanaan kegiatan belum sepenuhnya memperhatikan dokumen perencanan yang telah disusun, seperti Rencana Strategis (Renstra), Rencana Kerja (Renja), serta dokumen hasil kajian yang pernah dibuat oleh SKPD itu sendiri.
- Secara hierarki belum sepenuhnya pejabat struktural memberikan arahan kepada stafnya untuk membuat perencanaan yang betul betul berorientasi kepada kebutuhan, terukur (tepat biaya, tepat alokasi dan tepat waktu), dan bisa dipertanggungjawabkan.
- Perencanaan yang disusun oleh cenderung berupa kegiatan rutinitas, dan belum memperhatikan aspirasi yang muncul dari hasil dari masyarakat, melalui forum musrenbang.
- Perencanaan kegiatan lebih berorientasi kepada anggaran, belum kepada manfaat/kinerja
- Belum berjalannya evaluasi kinerja dan penganggaran secara efektif
Permasalahan ini terjadi disebabkan
banyak faktor, baik faktor eksternal, maupun internal. Kelemahan dari sisi
internal yang paling dominan adalah disebabkan tidak ada komitimen dalam
organisasi dan lemahnya kemampuan SDM Aparatur dalam perencanaan. Kondisi ini
terus berjalan dari tahun ketahun, dan hampir tidak pernah dilakukan evaluasi
kinerja secara rutin.
Evaluasi kinerja yang dilakukan
selama ini hanya baru sebatas melihat indikator penyeraban anggaran, dan belum
menyentuh kepada substansi yang mendasar, seperti : efektif, efisien, ekonomis,
dan equity (keadilan). Berkaitan dengan evaluasi kinerja ini didalam Undang
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pada
Bab VI Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pasal 28 ayat (2)
disebutkan bahwa:
“Kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan Satuan Kerja
Perangkat Daerah periode sebelumnya”.
Artinya, evaluasi kinerja sudah
harus dilakukan oleh Pimpinan SKPD pada tahap perencanaan, bukan hanya pada
pelaksanaan kegiatan yang sedang berjalan ataupun pada akhir kegiatan. Evaluasi
kinerja ini perlu dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang akurat
dan dapat dipertanggungjawabkan, ini sangat dibutuhkan untuk perencanaan pada
tahun berikutnya.
Permasalahan ini bila dibiarkan,
dipastikan sulit untuk mewujudkan pencapaian Visi dan Misi SKPD yang telah
ditetapkan dalam Renstra, dan akhirnya akan berdampak pada pencapaian Visi dan
Misi Daerah. Sebagai solusi terhadap permasalahan tersebut, perlu dibuat Proyek
Perubahan, dengan sasaran reformnya adalah mewujudkan perencanaan yang kredibel
(dapat dipercaya) melalui peningkatan profesionalisme sumberdaya aparatur.
Perencanaan yang kredibel disini maksudnya
adalah perencanaan yang betul betul berorientasi kepada kebutuhan, terukur
(tepat biaya, tepat alokasi dan tepat waktu), dan bisa dipertanggungjawabkan,
sehingga mampu menjawab perubahan lingkungan baik yang ada dimasyarakat maupun
dalam organisasi itu sendiri.
Selanjutnya profesionalisme disini
dimaksudkan adalah apabila sumberdaya aparatur tersebut memiliki kriteria,
yakni mempunyai keterampilan khusus (expertise) dalam perencanaan, punya rasa
tanggung jawab (responsibility) dan memiliki rasa kebersamaan untuk mewujudkan
cita-cita bersama (corporateness).
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih