Makan Tangannya Sudah Dilihat Orang Banyak
Padang Pariaman, BANGUNPIAMAN.COM---Endarmy punya peluang besar untuk menjadi Ketua Dewan Koperasi Indonesia Daerah (Dekopinda) Kabupaten Padang Pariaman, lima tahun kedepan. Pasalnya, sosok Endarmy di gerakan koperasi Padang Pariaman, sudah tidak asing lagi, makan tangannya sudah sama dilihat orang banyak, “basuluah kamato hari bagalanggang kamato uang nan banyak”.Endarmy dia punya misi dan visi yang jelas tentang perkoperasian.
Perempuan yang disebut singa betina di Parlemen Sumatera Barat ini, semenjak dia dipercaya menjadi Ketua Dekopinda Padang Pariaman, lima tahun yang terdahulu, telah berhasil mendirikan Koperasi Pola Syari’ah dan berbasis mesjid, sebanyak 39 koperasi dan 12 Koperasi Wanita (Kopwan) yang sudah berbadan hokum di Padang Pariaman.
Endarmy ketika bincang-bincang khusus dengan wartawan anda di Pondok Nasi Nyanyak, Kelurahan Pasie Lohong Pariaman, Kamis (8/12/2016) lalu mengatakan, dia sangat prihatin melihat kondisi koperasi di Padang Pariaman, karena dari 200 lebih gerakan koperasi yang berbadan hukum di Kabupaten Padang Pariaman, hanya sepertiga yang melakukan RAT tahun 2015-2016.
Dikatakan, bagi saya soal jabatan tidak begitu berambisi siapa saja yang mau memimpin Dekopinda Kabupaten Padang Pariaman, kedepan, silahkan maju tetapi coba kemukakan visi dan misi tentang Dekopinda ke depan, mau dibawa kemana keperasi ini dan menurut Endarmy, masyarakat perlu diberikan pemaham tentang arti koperasi.
Endarmy pengagum berat Bung Hatta ini mengatakan, Bung Hatta, yang digelari Bapak Koperasi Indonesia, sudah mewanti-wanti berbagai bentuk penyelewengan terhadap koperasi. Di masa lalu, katanya, hal ini membuat gerakan koperasi ambruk.
Di masa lalu itu, ujar Bung Hatta, keadaan koperasi tak beda jauh dengan kongsi biasa. Ironisnya, koperasi menjadi lahan mencari keuntungan. Inilah yang membawa malapetaka: gerakan koperasi mencekik lehernya sendiri.
Ada dua bentuk kesalahan penyelenggaraan koperasi di masa lalu:
Pertama, koperasi mendorong anggotanya sangat giat untuk mendapatkan dividen yang besar di akhir tahun. Caranya: koperasi menjual mahal kepada anggotanya. Nah, supaya anggota tak membeli di “tempat lain”, maka para anggota diharuskan membeli di koperasi sendiri. Kalau tidak mau dicap “pengkhianat”.
Ini membawa konsekuensi: anggota yang membeli paling sering tentu memberi keuntungan paling besar bagi koperasi.
Sedangkan anggota yang paling jarang membeli akan mendapat untung besar dari kawannya yang membeli banyak. Bagi Bung Hatta, jenis koperasi ini hanya akan memupuk egoisme anggotanya.
Kedua, ‘kepicikan faham’ dalam menjalankan taktik penjualan. Di sini, koperasi hanya menjalankan penjualan pada anggotanya sendiri. Sedangkan orang luar dilarang membeli. Tindakan ini, kata Bung Hatta, justru mengecilkan penjualan.
Kalau penjualan kecil, maka ongkos—sewa toko, gaji personil, biaya listrik, dll—akan mahal. Biasanya, supaya tak rugi, koperasi terpaksa menjual mahal barang-barangnya. Sedangkan kalau penjualan besar, maka ongkos pun menjadi ringan.
Jadi, penjualan memang harus dibuka ke masyarakat umum. Apalagi, kata Bung Hatta, koperasi bukanlah persekutuan egoisme segolongan manusia. Koperasi diciptakan untuk menjadi persekutuan ekonomi si lemah (anggota dan non-anggota).
Ketiga, koperasi dibangun untuk mengejar keuntungan. Akibatnya, koperasi tak ada bedanya dengan perseroan atau perusahaan. Bung Hatta, koperasi memang memerlukan keuntungan, namun itu bukan tujuan utama. Yang utama, kata Bung Hatta, adalah usaha bersama untuk memurahkan pembelian anggotanya.
Nah, kalaupun ada keuntungan dari kegiatan koperasi, Bung Hatta mengusulkan agar keuntungan itu dipakai sebagai tambahan modal atau dana cadangan. Dengan begitu, koperasi tak perlu terganggu kalau ada anggota yang mundur. Maklum, kalau ada anggota yang mundur, berarti uang iurannya harus dikembalikan.
Artinya, modal koperasi akan berkurang. Itu akan ditalangi oleh keuntungan tadi.
Lantas, dimana untungnya anggota koperasi? Bagi Hatta, keuntungan menjadi anggota koperasi adalah mencapai keperluan hidup, yakni barang kebutuhan, dengan harga semurah-murahnya.
Dua Tiang Koperasi
Seperti disebutkan di atas, tujuan koperasi bukanlah menggali keuntungan, melainkan memenuhi kebutuhan bersama. Supaya itu bisa berhasil, kata Bung Hatta, maka koperasi mesti berdiri di dua tiang: solidaritas (semangat setia bersekutu) dan individualitas (kesadaran akan harga diri sendiri alias sadar diri).
Di sini, Bung Hatta membedakan individualitas dan individualisme.
Bagi Bung Hatta, individualisme menuntut orang-seorang (perorangan) bertindak mencapai keperluan hidupnya. Faham ini, kata dia, tak mengendaki orang-orang diikat oleh masyarakat. Sedangkan individualitas yang dimaksud Bung Hatta adalah sifat pada setiap orang yang menandakan kehalusan budi dan keteguhan watak. Salah satu contohnya adalah kejujuran.
Dua sifat ini harus melandasi gerakan koperasi. Kalau koperasi tak dilandasi semangat solidaritas, maka anggota tak akan menemukan kepentingan bersama. Jadinya, koperasi dijadikan alat untuk mencapai keperluan pribadi.
Ini akan menjadi persoalan, misalnya, ketika harga jual di tempat lain lebih rendah dibanding koperasinya. Maka, anggota yang tak punya semangat solidaritas akan beralih ke tempat lain itu. Akibatnya, koperasinya pun mati.
Begitu juga dengan semangat individualitas. Bagi Bung Hatta, jika seseorang tak punya semangat individualitas, maka tak ada semangat untuk membela keperluan hidupnya. Semangat berkoperasi pun nihil. Manusia yang tak punya semangat untuk memperjuangkan hidupnya akan cenderung pasrah pada nasib.
Individualitas juga menuntut tanggung-jawab dan kejujuran. Semua itu diletakkan dalam kerangka kepentingan bersama. Meskipun demikian, Bung Hatta menganjurkan agar koperasi tetap diikat dengan peraturan-peraturan. Ini penting sebagai aturan main dalam menjalankan koperasi itu.
Endarmy yang juga Ketua Majelis Ta’lim (MT) Kabupaten Padang Pariaman, ini mengatakan, dari 39 koperasi Pola Syariah yang sudah didirikan itu, memang belum semua yang mempunyai badan hukm dan untuk pengurusan badan hukum sedang dipersiapkan administrasinya, tetapi yang jelas sekarang, semangat berkoperasi sudah dibangun. “Ayo mari kita galakan semangat berkoperasi di Kabupaten Padang Pariaman,” ujar Endarmy mengakhiri pembicaraannya.
WIS/TKA
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih