darwisman--www.bangunpiaman.com |
"Ini bukan terjadi di Klaten saja, tetapi di seluruh Indonesia," begitu kata Laode di gedung KPK, Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, Sabtu (31/12/2016) seperti diwartakan berbagai media di seluruh tanah air ini.
Saya berdo'a, semoga saja kasus yang memalukan nama daerah itu ini tidak akan menimpa daerah saya Piaman Laweh ( Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman ) yang sangat-sangat saya cintai dan saya banggakan ini. Cukuplah Klaten saja. Saya dan mungkin masyarakat Piaman Laweh lainnya akan sangat malu jika pemimpin daerah saya sampai-sampai ditangkap KPK.
Semua masyarakat sudah tahu seorang kepala daerah itu memiliki wewenang merotasi, memutasi, seseorang dari jabatannya sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Ingat jangan jadikan Peraturan Pemerintah itu menjadi celah suap menyuap/atau memperdagangkan jabatan. Karena ini jelas-jelas sangat melanggar hukum.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI), Lisman Manurung, mengatakan proses suap dalam pengisian jabatan di daerah dapat melumpuhkan proses pelayanan publik. Mutasi pejabat daerah idealnya digunakan untuk meningkatkan kinerja melayani masyarakat.
Menurut Lisman, tradisi 'jual beli' jabatan saat menjelang mutasi pejabat daerah sudah lazim terjadi di sebgian besar daerah. Kondisi seperti ini dikhawatirkan menimbulkan kejenuhan pada kualitas individu yang memangku jabatan tertentu.
"Masalahnya, hampir di semua daerah, di semua tempat lazim terjadi suap pengisian jabatan. Jika hampir semua pejabat publik melakukan itu, kualitas maupun kuantitas pelayanan kepada berpotensi semakin buruk," ujar Lisman, Ahad (1/1).
Idealnya, proses mutasi dilakukan untuk menghindari kejenuhan, penyegaran atau promosi yang bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat. Namun, yang kini terjadi justru ketika pengumuman jadwal mutasi dilakukan, para pejabat justru bersiap memberikan sejumlah dana. Dana yang diberikan kepada kepala daerah itu bertujuan memuluskan mereka untuk menduduki jabatan yang diinginkan.
Lisman mengatakan, pemerintah semestinya mengapresiasi tindakan penangkapan kepala daerah yang terbukti terlibat kasus jual beli jabatan. Mata rantai jual beli jabatan seharusnya segera diputus untuk kembali meningkatkan kualitas pelayanan publik.
"Permulaannya ada pada pencalonan kepala daerah atau pejabat tertentu yang membutuhkan banyak modal. Jika tidak begitu, oknum pejabat akan sibuk 'membuka transaksi' agar dapat balik modal. Padahal, kewajiban utama mereka adalah bekerja untuk masyarakat," tegas Lisman. Dia menambahkan, jika tidak diputus, mata rantai akan menambah jumlah pejabat yang tidak berkualitas.
Sementara itu Pakar hukum UII Mahfud MD menuturkan, banyak pejabat yang memanfaatkan posisinya untuk menjalankan bisnis jual beli jabatan seperti yang dilakukan oleh Bupati Klaten. Sebab, kata dia, bisnis kotor tersebut dapat memberikan banyak keuntungan bagi para pelakunya.
Menurutnya, proses seleksi aparatur sipil negara (ASN) memang sangat rawan terhadap tindakan suap-menyuap. Meskipun seleksi ASN telah memiliki Undang-Undang sendiri. Maka itu, siapa pun yang tertangkap melakukan suap akan dihukum dengan tahanan penjara dan seluruh asetnya dikembalikan pada negara.
"Indeks ketaatan terhadap ideologi dan instansi di Indonesia sendiri memang rendah, yakni 0,25. Ini mengkhawatirkan," kata Mahfud. Angka tersebut berada jauh di bawah standar yang semestinya bisa dicapai. Maka itu tak heran, jika tindak penyelewengan seperti jual beli jabatan masih terjadi.
Sekali lagi cukup Klaten saja jabatan itu diperjualbelikan. Kepada Aparatur Sipil (ASN) Negara yang bertugas di Piaman Laweh ( Padang Pariaman dan Kota Pariaman) teruslah bekerja sesuai tupoksi masing-masing. Jangan sampai tergoda-goda untuk menyuap atasan demi untuk memperoleh jabatan. Ingat penyuap dan penerima suap akan sama-sama mendapat hukuman. Untuk itu dari sekarang mari hentikan suap-menyuap (**darwisman/disarikan dari berbagai sumber**)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih