Penulis Novri Aznika Putra Pengawas Pemilu Nagari Tandikek Selatan |
Pada kolom opini sebelumnya, saya telah mencoba menggiring pembaca kepada seberapa pentingnya dalam sebuah kontestasi politik itu perlu yang namanya pendidikan politik.
Baca juga opini sebelumnya : 2019: Antara Kontestasi dan Pendidikan Politik
Ditekankan bahwa kalau dalam sebuah perlombaan, para pesertanya atau para kontestan mesti memberikan pencerahan yang baik kepada masyarakat.
Bukan dengan memberikan bualan atau harapan yang selangit dengan cara menyajikan data-data yang tidak masuk akal, sehingga masyarakat sendiri menjadi bingung dan bahkan yang lebih parah memunculkan polarisasi dan berakibat perpecahan diantara mereka.
Dalam hal ini, pendidikan politik mengambil peran yang penting, bagaimana dalam proses menyita perhatian masyarakat maka yang dilakukan adalah memberikan edukasi yang bersifat solutif dan rasional. Memunculkan jalan keluar dari segudang permasalahan yang dihadapi bangsa kita.
Kembali kita kepada tajuk yang pada kesempatan kali ini coba saya kemukakan, yaitu Manifesto dalam sebuah Pengawasan Pemilu. Secara hukum, di Indonesia sendiri ada sebuah badan tersendiri dalamm engawasi jalannya PemilihanUmum, yaitu Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum).
Hal ini secara eksplisit dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Pasal 89. Dalam tugasnya sendiri jugadi sebutkan pada Pasal 93, bahwa Bawaslu memiliki tugas melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran Pemilu dan sengketa proses Pemilu.
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Bawaslu memiliki jajaran mulai dari tingkat pusat sampai kepada penempatan pengawas di TPS (Tempat Pemungutan Suara) nantinya. Semua itu memiliki tugas dan peran yang terorganisir dengan rapi.
Manifesto sendiri diartikan sebagai sebuah ‘Pernyataan Sikap’, biasanya ini dilakukan oleh kelompok tertentu demi mencapai tujuan yang diinginkan. Wacana seperti ini awalnya berkembang di zaman Karl Marx dan Frederich Engels pada tahun 1848 di Jerman.
Mereka melakukan sebuah gerakan untuk menentang rezim yang otoriter pada saat itu dan menghapuskan penindasan terhadap kaumlemah. Pada saat ini pun tidak ada salahnya kita mencoba menggali bagaimana sebuah pengawasan dilakukan dengan mengutarakan diksi ‘Manifesto’.
Demi menciptakan Pemilihan Umum yang berintegritas dan meminimalisir kecurangan, Bawaslu beserta jajaran di tingkat Provinnsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, sampai kepada PengawasPemiluKelurahan/Nagari.
Melakukan sebuah pernyataan sikap, dimana dalam pernyataan tersebut Bawaslu sebagai sebuah badan yang bergerak di bidang pengawasan bisa menjamin jalannya Pemilihan Umum 2019 tanpa kecurangan dan pencegahan terhadap berita Hoax serta kampanye yang berbau Sara.
Di Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Padang Pariaman khususnya telah melakukan gerakan yang mengarah pada pernyataan sikap, yaitu dengan mengadakan Apel bersama pada tanggal 29 Desember 2018 silam.
Dalam kegiatan tersebut Bawaslu Kabupaten Padang Pariaman yang dikomandoi oleh bapak Anton Ishaq mengajak kepada seluruh Stakeholders di Padang Pariaman untuk selalu menjaga suasana dan bergandengan tangan dalam mencegah sekecil apapun itu bentuk kecurangan.
Kemudian tidak hanya itu, netralitas Aparatur Sipil Negara sampai kepada Wali Nagari berserta anggota juga dituntut perannya, dan hal ini harus didorong juga oleh Pemerintah Daerah yang mendukung setiap kegiatan pengawasan.
Pada kegiatanselanjutnya, juga dilakukan penandatanganan sebuah ‘Pakta Integritas’ bagi seluruh jajaran Bawaslu, dimulai dari jajaran pusat sampai kepada Pengawas Pemilu Nagari pada tanggal 16 Januari 2019 silam.
Didalamnya dijabarkan bahwa seluruh jajaran pengawas siap mengawal dan menindak segala bentuk pelanggaran serta menjunjung tinggi Integritas dan Profesionalitas dalam bekerja dan siap menerima konsekuensi dari kesalahan yang dilakukan.
Dalam hal yang telah dilakukan diatas, merupakan sebuah ‘Manifesto’ atau pernyataan sikap secara tegas oleh penyelengara Pemilu dalam halini Bawaslu beserta jajaran.
Dapat dicermati bahwa tugas pengawasan ini kalau dilihat sepintas mata memang tidak tampak, akan tetapi memliki peran yang sangat signifikan dalam mengawal kelancaran Pemilihan Umum.
Pernyataan sikap inilah yang perlu diketahui oleh masyarakat banyak bahwa dalam proses pemilihan itu ada yang mengawasi secara legal dan dijamin oleh hukum atau Undang-Undang. Pada akhirnya pengawas ini dianggap ada dan siap menerima setiap pengaduan atau pelaporan dari masyarakat.
Pada akhir tajuk ini, penulis ingin menyampaikan bahwa memang telah ada sebuah Badan yang dijamin oleh Undang-Undang dalam pengawasan Pemilihan Umum yaitu Bawaslu.
Akan tetapi perlu diketahui bahwa tugas pengawasan ini tidak akan sukses kalau tidak ditopang oleh segenap elemen yang ada di masyarakat.
Coba dibayangkan, dari 34 Provinsi dan kurang lebih ada 500 Kabupaten dan Kota yang ada di Indonesia saat ini, ditambah lagi ada sebanyak 264 juta penduduk Indonesia (Dihimpun dari BPS). Kalau sudah sebanyak ini penduduk yang melakukan pengawalan, dapat dibayangkan betapa mudahnya kita mengawal pesta demokrasi ini kedepan.
Hal itu dapat dimulai dari lingkungan keluarga, teman sepergaulan, lingkungan kerja, serta menanamkan sikap tanggungjawab bersama dan bukan tanggungjawab Bawaslu semata. Sehingga Manifesto dalam pengawasan Pemilu dapat terwujud, seperti yang didambakan oleh Filusuf (Marx dan Angel) di atas, serta dambaan seluruh masyarakat Indonesia.
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih