Oleh: Indra Gunawan
KALAU di bahasakan politik itu seperti dunia hiburan, panggung politik Tanah Air juga nggak lepas dari sensasi yang dilakukan oleh para politisi, apalagi mereka yang sedang ingin mencalon.
Para politisi ini nggak segan menghadirkan drama yang bertujuan untuk menarik simpatisan pendukung, tak sedikit pula politisi yang dikenal vokal menyuarakan keadilan turut menimbulkan drama.
Drama-drama politik yang mereka ciptakan pun sukses bikin geger publik, dan menjadi pembahasan selama berhari-hari di berbagai linimasa media sosial.
Tak sedikit pula publik merasa geram dengan tingkah para politisi yang kerap membuat drama.
Kalau kata orang awam Politik itu sulit ditebak! Karena sulit, akhirnya membuat kebanyakan orang jadi "kepo" rasa ingin tahu makin tinggi.
Sangking "kepo" pergerakannya sulit diraba. Selain "kepo" drama "pecah kongsi" tengah jalan pun sungguh terasa menjelang cari pasangan. Macam sebuah "drama". Sebut saja drakor (drama korea).
Pilkada serentak tinggal menghitung bulan, bahkan hari. Media sosial (medsos) menjadi media "perang bintang" di pilkada.
Selain mempromosikan paslon, juga jadi media kampanye yang cukup ampuh dan strategis mensosialisasikan bacalon dan sekaligus "menohok" lawan di tengah masa new normal covid 19 ini.
Ada pameo politik: ingin mendapat suara dukungan dari kaum melineal, kuasailah medsos. Lewat medsos, mampu menaikan popularitas dan elektabilitas, serta lewat medsos juga bisa "menjatuhkan" lawan dalam sekejap.
Tak heran, akun-akun palsu pun bermunculan di pesta demokrasi ranah minang ini, Saling "telanjang bacalon" telah menjadi "trik" kampanye hitam dan berlangsung secara tidak sehat dan massif.
Sebenarnya, pilkada yang digelar 9 Desember 2020, bukan untuk saling menjatuhkan, akan tetapi hendaklah diletakkan dalam kerangka mendorong proses berdemokrasi di ranah minang ini.
Perilaku timses dan pendukung yang mengusung nilai-nilai demokrasi yang elegan dan bermartabat jauh lebih baik ke depan, ketimbang cerita "rapor" buruk para paslon.
Mari jadikan pesta demokrasi di ranah minang ini sebagai ajang adu visi, adu konsep, adu program, dan adu figur serta adu strategi. Hal itu jauh lebih edukatif dari pada adu fitnah, adu benci dan adu domba. (/***)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih