Oleh : Abdul Jamil Al Rasyid
CORONAVIRUS Disease 19 atau Covid-19 yang menjadi cikal bakal pandemi ini pertama kali muncul di Wuhan, Tiongkok, pada Desember 2019.
Penyebabnya adalah virus corona jenis baru yang disebut SARS Cov-2. Virus ini menyerang saluran pernapasan dan menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan.
Dalam tempo yang tergolong singkat, virus ini menyebar ke berbagai daerah lainnya di Tiongkok, kemudian ke negara-negara lain.
Setelah hampir 2 bulan menjadi wabah, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 30 Januari 2020 pun menyatakan darurat global terhadap virus Covid-19.
Pada saat itu, Covid-19 sudah menyebar luas ke banyak negara. Di Indonesia, kasus pertama Covid-19 terkonfirmasi pada 2 Maret 2020.
Hanya dalam tempo 8 hari, yakni pada tanggal 10 April 2020, penyebarannya telah meluas di 34 provinsi di Indonesia.
Sebagai upaya pengendalian terhadap penyebaran Covid-19, pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan sosial.
Pemerintah menerapkan Program yang pertama yaitu PSBB (Pembatasan sosial berskala besar)
Kegiatan PSBB menegaskan kembali tentang pembatasan-pembatasan aktivitas sosial.
Hal itu dikarenakan Covid-19 tergolong mudah menular, khususnya melalui interaksi yang dekat antar orang ke orang. Selain di Jakarta, pelaksanaan PSBB dilakukan hampir di kota-kota besar di Indonesia.
Pada masa PSBB, masyarakat diimbau untuk tidak bepergian, kecuali jika sangat diperlukan.
Hal ini terutama berlaku di tempat-tempat umum yang berpotensi menimbulkan keramaian seperti pusat perbelanjaan, transportasi publik, tempat peribadatan, juga fasilitas kesehatan.
Pada masa pembatasan ini, fasilitas layanan kesehatan pun mengurangi layanan kesehatan pasien umum (pasien non Covid-19) agar fokus dalam memberikan layanan pandemi COVID-19 serta untuk mengurangi risiko penularan di fasilitas kesehatan .
Dan yang kedua yaitu masa adaptasi kebiasaan baru yaitu, tidak dapat dipungkiri situasi ini berdampak besar pada kehidupan masyarakat, terutama perekonomian.
Oleh karena itu, pemerintah berusaha mencari alternatif dengan melakukan relaksasi PSBB secara bertahap untuk bisa menyelamatkan ekonomi. Inisiatif inilah yang lebih dikenal dengan masa adaptasi kebiasaan baru.
Masa adaptasi kebiasaan baru diartikan sebagai perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal di tengah pandemi.
Masa adaptasi kebiasaan baru ini dapat didefinisikan sebagai suatu tatanan baru yang memungkinkan masyarakat hidup "berdampingan" dengan Covid-19.
Pada masa adaptasi kebiasaan baru inilah terjadi penularan Covid-19 secara besar-besaran. Akibat hidup berdampingan dengan Covid-19 ini maka masyarakat yang sudah diizinkan kembali keluar rumah membuat penularan baru bagi virus ini.
Maka masyarakat kembali ke Lapau tetapi lapau yang dimaksud disini bukan lagi lapau yang diisi oleh orang tua tetapi lapau yang diisi oleh anak muda mulai dari jenjang pendidikan SMA ke bawah.
Di Sini peran orang tua sangat berlaku karena para anak muda zaman now yang sering duduk di lapau maka lapau tersebut selalu penuh.
Lapau yang dimaksud di sini yaitu lapau wifi yang mana sekarang marak sekali anak-anak nongkrong di lapau ini.
Anak muda ini nongkrong di lapau wifi yaitu mengerjakan yang tidak perlu yaitu kebanyakan dari mereka bermain game online.
Sekarang banyak game online mulai dari Moba 5vs5 sampai battleroyale begitu melekat bagi kehidupan para remaja sekarang.
Begitu mereka terlihat candu, sebenarnya menurut hemat penulis, mereka para remaja ini bisa main sendiri di rumah tetapi ajakan teman tentang main bareng bersama itu yang membuat para remaja sekarang begitu candu meramaikan tempat tongkrongan yaitu lapau wifi.
Dengan adanya para anak muda sekarang yang sudah candu akan game online maka sekolah sendiri ikut juga kena dampaknya.
Dengan kebijakan menteri pendidikan yang menekankan bahwa belajar sendiri dari rumah membuat keberkahan tersendiri bagi remaja sekarang dengan sekolah di rumah diganti dengan tugas-tugas saja maka para remaja sekarang sudah menerima berkah yang sangat berharga.
Tetapi dengan begitu pengaruh dengan tidak belajar secara langsung membuat pendidikan sekarang diganti dengan tugas maka para remaja hampir 80% tidak akan membuat tugas yang diberikan oleh gurunya karena hal ini membuat pihak sekolah pusing.
Apalagi di kampung yang notabene tidak ada jaringan yang memadai untuk media misalnya Zoom atau media belajar lainnya. Maka belajar diganti dengan tugas.
Hal ini menjadi bumerang tersendiri bagi guru yang bekerja cukup susah karena tugas yang diberikan tidak dibuat oleh siswa tersebut.
Oleh karena itu maka guru dan siswa tidak memiliki sinergi yang kuat dalam mengajar dan belajar. Maka ke depan agar tidak terjadi hal seperti ini sebenarnya yang paling utama adalah orang tua yang berperan penting terhadap anak-anak tersebut.
Orang tua bisa mengontrol anak mereka untuk berkeliaran di luar rumah pada malam hari. Maka menurut hemat penulis sekarang literasi bagi anak muda sudah mulai berkurang karena hal ini mereka tidak mengetahui tentang hal-hal misalnya saja berapa bahaya virus Covid-19 itu maka mereka tidak mengetahui tentang hal ini.
Untuk ke depan selama pandemi masih berlangsung diharapkan untuk seluruh elemen masyarakat saling bahu membahu menghadapi virus covid-19 ini supaya bisa menghilang dari muka bumi ini.
Penulis adalah mahasiswa Sastra Minangkabau FIB Unand angkatan 2019 berdomisili di Padang Pariaman Santri Pondok Pesantren Madinatul Ilmi Nurul Ikhlas Patamuan Tandikek
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih