Bupati Suhatri Bur Menerima Sertifikat Dari Gubernur Mahyeldi |
PADANG---Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengakui warisan budaya religi "BASYAFA" di kawasan makam Syech Burhanuddin Ulakan kecamatan Ulakan Tapakis, sebagai warisan budaya non benda.
Sertifikat pengakuan Kementrian Kebudayaan Republik Indonesia yang ditandatangani langsung Mentri Pendidikan dan Kabudayaan Nadiem Anwar Makarim.
Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur, Rabu (24/03/2021) telah menerima sertifikat tersebut dari Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansyarullah, di Padang atas nama Mentri Pendidikan dan Kebudayaanm
Pengakuan tersebut dikeluarkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan setelah melakukan penelitian dan penelusuran terhadap warisan budaya Basyafa di tampaik Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang Pariaman.
Inilah Sertifikat Yang Dikeluarkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan |
Tradisi Basyafa.
Kegiatan basapa yang merupakan wisata sejarah islam tidak asing lagi bagi masyarakat setempat, Ulakan Tapakis Pariaman khususnya.
Setiap tahun, setelah tanggal 10 Syafar masyarakat Ulakan Padang Pariaman selalu memperingati meninggalnya Syeh Burhanuddin yang dikenal dengan sebutan Basapa.
Di namakan dengan basapa karena kegitan ini hanya dilaksanakan pada bulan safar Tahun Hijriah. Tradisi Basapa adalah kegiatan ziarah ke Makam Syekh Burhanuddin di Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Kata Basapa sendiri diambil dari kata Safar yang merupakan nama bulan dalam kalender Hijriah. Tradisi Basapa biasanya dilaksanakan pada tanggal 10 Safar atau pada hari rabu minggu kedua dan minggu ketiga bulan Safar.
Basapa ini dilakukan masyarakat sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih terhadap Syekh Burhanuddin atas jasanya mengembangkan ajaran Islam di Minangkabau.
Tarekat Syatarriah yang dibawa Syekh Burhanuddin mendapat tempat di hati masyarakat Minangkabau pada waktu itu, sehingga berkembanglah agama islam di Ranah Minang.
Tanggal 10 Safar sendiri diyakini sebagai hari dimana meninggalnya Syekh Burhanuddin yaitu 10 Safar 1111 H/1691 M. Makam syeh burhanuddin Basapa ini diadakan sebanyak dua kali, yaitu Sapa Gadang dan Sapa Ketek.
Sapa Gadang diadakan pada minggu kedua bulan Safar. Pada kesempatan Sapa gadang, diperuntukan untuk masyarakat dari daerah darek. Jumlah penziarah pada saat ini berkisar hingga ribuan orang, sehingga menutup badan-badan jalan di Nagari Ulakan.
Dengan kondisi yang penuh sesak ini seakan menambah semangat dan keyakinan penziarah untuk melaksanakan ritual keagamaan basapa.
Selama 3 hari inilah daerah ulakan yang berdekatan dengan pantai selalu ramai oleh penziarah dan pengunjung.
Beberapa paham menyebutkan diantaranya De Joeng mengatakan daerah Minang Kabau terdiri dari dua lingkungan wilayah, yaitu Minang Kabau asli yang disebut juga dengan Darek, yang terdiri dari tigo luhak : Luhak Nan Tigo, Luhak Agam, Luhak Tanah Datar dan Luhak Limo puluah Koto.
Sapa ketek dilaksanakan pada minggu ke 2 setelah sapa gadang. Pada saat ini pengunjung lebih ramai daripada Sapa gadang, karena umumnya pengunjung berasal dari daerah pariaman dan juga pengunjung pada Sapa Gadang juga melakukan ziarahnya untuk ke dua kalinya.
Oleh karena itu, dinamailah sapa ini dengan sapa ketek, sebab hanya diperuntukkan untuk masyarakat Pariaman, tapi tidak tertutup kemungkinan bagi masyarakat dari Darek, sehingga penziarah lebih ramai dari pada Sapa Gadang.
Proses Basapa biasanya diawali dengan tiga kegiatan yaitu pertama mendatangi Masjid Tuo tempat Syekh Burhanuddin mengajar ilmu agama Islam.
Kegiatan kedua yaitu dengan mendatangi barang-barang peninggalan Syekh Burhanuddin dan yang ketiga melakukan ziarah ke makam syekh tersebut di Ulakan Tapakis.
Prosesi ini dilanjutkan dengan sholat berjamaah dan berdoa di makam Syeikh dengan tujuan orang yang berdo’a mendapatkan ridho dari Allah.
Makam Syeh Burhanudin dibangun didekat Surau Gadang Syeh Burhanudin di Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman.
Atas jasa dan perjuangan menyebarkan Islam di Sumatera Barat, hingga saat ini makam Syeikh Burhanuddin mendapat perhatian besar dari para peziarah, terutama oleh para jama'ah Tarekat Shatariyah, serta pemerintahan setempat. (RHPP/Dari berbagai sumber)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih