Oleh : Purwanto Sabattilat/ Mahasiswa Pascasarjana UM Sumbar
Belajar dari peristiwa pemilu yang terjadi pada tahun 2019, ada banyak "PR" negeri ini yang belum selesai sampai saat ini. Mulai dari persoalan pemilu yang tidak jujur, masalah kampret dan cebong, banyaknya panitia pelaksana pemilu yang meninggal dunia, saling menghina, mengolok, caci maki, menyebar berita hoax, saling fitnah dan saling menjelekkan. Semua kasus tersebut belum sepenuhnya selesai hingga saat ini.
Rekonsiliasi yang dilakukan oleh presiden jokowi dan prabowo yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian dan ketenangan bangsa ini adalah sebagai bukti bahwa pemilu tahun 2019 lalu memang pemilu yang kotor dan tidak manusiawi.
Namun sayangnya, rekonsialiasi yang dilaksanakan itu tidak menyelesaikan masalah tapi justru menimbulkan masalah baru. Akibatnya, banyak para pendukung dari kubu prabowo yang kecewa dan saling menyalahkan terutama saat prabowo bergabung dalam kabinet jokowi.
Rakyat hanya dijadikan sebagai alat untuk memenuhi nafsu para politik yang tamak akan kekuasaan. Setelah rakyat berjuang mati-matian untuk memberikan dukungan kepada mereka dengan segala pengorbanan moril dan materil pada akhirnya mereka yang dibela dan diperjuangkan justru saling membagi-bagi kekuasaan tanpa memikirkan perasaan rakyat.
Lebih kurang sudah 4 tahun pemilu 2019 telah berlalu. Hal ini berarti satu tahun lagi bangsa ini akan melakasanakan pemilu kembali. Sementara itu, gejala-gejala terjadinya kompetisi busuk oleh para elit politik sudah mulai mencuat kembali ditengah masyarakat.
Dimulai dari isu perpanjangan masa jabatan presiden, Presidential Threshold, pameran elektabilitas oleh lemabaga survey, deklarasi calon presiden Anies Baswedan oleh partai Nasdem hingga sikap presiden jokowi yang memberikan dukungan kepada kandidat tertentu. Semua rentetan peristiwa itu memicu terjadinya kembali perpecahan ditengah masyarakat.
Pada Rabu 14 Desember 2022, KPU telah menetapkan 17 partai politik yang lolos untuk mengikuti kontestasi pemilu 2024. Keputusan ini juga menuai protes dari partai politik yang tidak lolos.
Parpol yang tidak lolos menduga ada kecurangan yang dilakukan oleh KPU. Dalam hal ini terlihat kepercayaan rakyat kepada pelaksana pemilu sungguh dipertanyakan. Pada akhirnya, antar pihak kembali saling mencurigai, mengolok, menghina dan mencaci maki.
Akhir-akhir ini tersebar berita adanya rekaman suara terkait dengan adanya kecurangan pemilu yang dilakukan oleh KPU daerah. Hal ini menambah kecurigaan publik bahwa pemilu tidak akan berlangsung secara jujur dan adil.
Tentu saja semua ini tidak terlepas dari intervensi yang dilakukan oleh oligarki. Oligarki yang berasal dari orang-orang kaya atau bisa juga oligarki dari kekuasaan itu sendiri. Apakah ini yang disebut dengan pesta demokrasi? Demokrasi yang dikendalikan oleh oligarki?
Dari rentetan peristiwa tersebut wajar saja wajah pemilu 2024 itu dipertanyakan. Apakah pemilu 2024 akan lebih baik dari sebelumya atau bahkan jauh lebih buruk ?
Kalau dilihat dan diperhatikan pemilu 2024 akan jauh lebih buruk dibanding pemilu sebelumnya. Tentu saja ini adalah sikap pesimis tapi itulah faktanya saat ini.
Pemerintah yang diharapkan memberikan keyakinan kepada rakyat bahwa pemilu akan dilaksanakan dengan jujur dan adil justru selalu menimbulkan masalah.
Sebagai contoh misalnya pada saat presiden jokowi mengatakan bahwa pemimpim yang memikirkan rakyat itu tandanya banyak kerutan diwajahnya dan berambut putih.
Pernyataan jokowi ini mengakibatkan masyarakat kembali ribut. Jadi, pemerintah ini memang hobinya cuma buat ribut dan suka genit. Kegenitan pemerintah berikut adalah selalu menganggap pemilu yang penuh cacat dan tidak beradab ini merupakan pesta demokrasi.
Haus dan tamak kekuasaan adalah akar dari segala hiruk pikuk ini. Cacatnya demokrasi karena dikendalikan oleh oligarki baik itu dari orang-orang kaya ataupun dari pemerintah itu sendiri. Ketika suatu kebijakan diputuskan atas dasar kepentingan oligarki maka jangan berharap ada kedamian dan kesejahteraan dalam negeri ini.
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih