INDANG merupakan salah satu kesenian tradisi yang ada di Padang Pariaman. Indang dikenal sebagai tarian-tarian yang mana banyak orang mengatakan bahwa Indang tersebut adalah sebuah tarian yang identik dengan tari saman yang ada di Aceh.
Tarian Indang ini biasanya menggunakan alat yang dinamakan rapa'i. Rapai ini meruapakan salah satu alat musik pukul yang digunakan untuk menyelaraskan antara tepukan rapai dengan gerakan tangan yang dinamis dan juga bervariasi yang ada dalam Indang.
Bentuk rapa'i itu sendiri sama dengan rebana, tetapi ukurannya lebih kecil, garis tengahnya sekitar 18 sampai 25 cm, dan tingginya 4,5 cm.
Tari indang sendiri dimainkan oleh minimal sebelas orang. Dari sebelas orang tersebut ada yang dinamakan tukang karang. Tukang karang inilah yang melantunkan syair-syair yang ada dalam Tarian Indang tersebut.
Ada juga di dalam sebelas penari Indang tersebut dinamakan tukang darak. Tukang darak sendiri yang menggunakan rapa'i berbeda dengan anak Indang lainnya.
Maksudnya dia menggunakan rapai dengan memiliki nada yang berbeda dan tukang darak ini yang memulai memukul rapa'i tersebut. Jadi garis besarnya tukang dara adalah pemimpin dari apa nada yang akan dimainkan melalui rapa'i tersebut.
Selebihnya adalah anak Indang, anak Indang ini adalah penari yang ada dalam Indang tersebut yang duduk seperti shaf dalam shalat.
Peran yang terakhir yang ada dalam tari Indang adalah tukang dikie. Tukang dikie ini yang duduk di belakang anak Indang. Biasanya tukang dikie adalah orang yang sudah ahli dan profesional dalam bidangnya.
Karena dari tukang dikie ini lahirlah syai-syair yang dipadukan dengan suara yang merdu. Begitu juga dengan tukang karang yang menggunakan syai-syair juga tetapi dengan porsi yang lebih sedikit dibandingkan dengan tukang dikie. Syai-syair yang dikeluarkan oleh tukang karang biasanya lebih pendek dari tukang dikie.
Syai-syair tersebut yang akan penulis lihat sebagai improvisasi dalam sebuah Indang. Improvisasi sendiri menurut KBBI adalah persiapan atau pertunjukan yang tanpa ada persiapan terlebih dahulu.
Dari sini penulis melihat bahwa setiap tukang dikie maupun tukang karang dalam Indang saling sahut bersahutan untuk mencemooh ibarat lawan dari grup Indang yang lain.
Karena dalam pertunjukan Indang biasanya terdiri dari tiga grup yang ditampilkan dalam satu kali pertunjukan. Dari tiga grup tersebut saling mencemooh bahkan mencela untuk grup Indang yang lain.
Dalam Indang biasanya adalah salah satu identitas dari suatu kampung, makanya dari ketiga grup Indang yang tampil tersebut biasanya saling melemparkan pertanyaan-pertanyaan yang diucapkan dengan nada yang biasanya menggunakan sindirian atau sarkas untuk menjatuhkan lawan grup lain. Hal ini terlihat seperti orang yang berkelahi menggunakan mulut melalui syair-syait yang dipadukan dengan amat jelas.
Makanya bahasa-bahasa yang digunakan adalah bahasa alus yang bertujuan untuk menyinggung grup Indang lain. Biasanya dalam syai-syair nyanyian Indang ini ketiga grup Indang ini memiliki peran masing-masing masalnya kampung A sebagai kakak, Kampung B sebagai adik dan juga kampung C sebagai adik bungsu.
Biasanya sahut-sahutan antara syair-syair yang dilantunkan oleh tukang dikie ke tukang dikie dan juga tukang karang ke tukang karang yang lain.
Maksudnya syai-syair dari tukang dikie kampung A tersebut ke tukang dikie kampung B maupun C dan sebaliknya, begitu juga dengan tukang karang.
Dari sini tukang dikie dan tukang karang yang terlibat dalam Indang biasanya terlebih dahulu mendengarkan penampilan dari kampung A karena dia akan mencemooh dan menanyakan sesuatu hal yang nanti akan dijawab oleh kita.
Karena hal ini tukang dikie maupun tukang karang Indang selalu melakukan improvisasi dalam syair Indang yang dipertunjukkan dengan paduan nada yang khas dan enak didengar.
Improvisasi menurut penulis merupakan teknik yang sangat tepat digunakan oleh tukang dikie maupun tukang karang dalam Indang. Karena dengan Improvisasi tersebut akan melahirkan syair-syair yang relevan untuk menjawab ataupun menyenangkan hati para penonton.
Hal ini yang membuat penulis sangat menarik dalam pertunjukan Indang selain gerakan yang sangat dinamis. Karena syai-syair yang dikeluarkan tersebut bukanlah syair-syair hafalan tetapi syai-syair yang dikeluarkan ketika pas ada dalam pertunjukan tersebut.
Untuk itu penulis mengatakan bahwa Indang bukan hanya kesenian tradisional yang hanya tarian saja. Tetapi ada makna dan juga syair-syair yang didendangkan oleh tukang dikie maupun tukang karang dari Indang tersebut.
Karena sangat susah untuk melantunkan syai-syair yang bertujuan untuk mencemooh orang tetapi dikeluarkan dengan kata yang halus. Kata-kata yang kasar tidak pernah digunakan untuk syair-syair Indang tetapi disini bisa dilihat dengan kehalusan kata-kata yang keluar tersebut, maka hal ini sangat menarik untuk kita dengarkan.
Untuk itu banyak penulis lihat hingga saat ini khusunya di Padang Pariaman kesenian tarian Indang tetap lestarikan karena bertujuan untuk hiburan bagi masyarakat yang melihat.
Penulis Adalah Abdul Jamil Al Rasyid Lahir Di Padang Pariaman, Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas, Anggota Lembaga Mahasiswa Jurusan(Lmj) Sastra Minangkabau, Penulis Pernah Menerbitkan Tulisan Di Berbagai Media 34 Provinsi Indonesia, Penulis Sekarang Berdomisili Di Padang Pariaman, Sumatera Barat, Santri Pondok Pesantren Madinatul Ilmi Nurul Ikhlas Patamuan Tandikek
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih