Oleh : Loren Vinoltia/Mahasiswa Universitas Andalas, Jurusan Sastra Minangkabau
Museum Mande Rubiah adalah museum umum yang didirikan oleh Muskala Kanwil P&K Provinsi Sumatera Barat pada 8 Maret 1980.
Museum ini lebih sering disebut dengan nama Rumah Gadang Mande Rubiah. Pemilik rumah Gadang ini memiliki hubungan dengan Kerajaan Pagaruyung.dan diperkirakan sudah ada sejak abad ke-14.
Museum Mande Rubiah adalah museum umum yang didirikan oleh Muskala Kanwil P&K Provinsi Sumatera Barat pada 8 Maret 1980. Museum ini lebih sering disebut dengan nama Rumah Gadang Mande Rubiah. Pemilik rumah Gadang ini memiliki hubungan dengan Kerajaan Pagaruyung.dan diperkirakan sudah ada sejak abad ke-14.
Museum Mande Rubiah atau juga dikenal dengan nama Rumah Gadang Mande Rubiah menjadi rumah bagi koleksi benda-benda pusaka peninggalan Bundo Kanduang dan benda-benda peniggalan keturunan atau pewarisnya.
Keberadaan rumah dan penghuninya sengaja disembunyikan selama ratusan tahun.Hal itu dilakukan untuk memegang amanah yang mereka terima dan harus dirahasiakan secara turun temurun.
Koleksi Di dalam Museum Bundo Kanduang terdapat koleksi berupa naskah, uang logam, uang kertas, senjata tajam, peralatan dapur, alat upacara agama, dan adat, telur burung garuda, senjata api, piring besar porselin, lampu, dan tongkat.
Di Rumah Gadang Mande Rubiah juga terdapat Komplek Makam Raja (di Lunang dinamakan Tepat) Bundo Kanduang, Dang Tuanku, Putri Bungsu, Cindua Mato dan pengikutnya serta beberapa peninggalan-peninggalan kerajaan.
Di Lunang ini terdapat keluarga Mande Rubiah yang dipercaya merupakan keturunan Bundo Kanduang, seorang raja perempuan Minangkabau yang menyelamatkan diri dari musuhnya yang menyerang Pagaruyung dari Timur.
Ia menyelamatkan diri bersama anak dan menantunya ke daerah ini. Hingga kini masih didapati makam keluarga Kerajaan Pagaruyung di nagari Lunang dan juga sebuah rumah gadang yang tak lain adalah istana Bundo Kanduang.
Mande Rubiah sekarang bernama kecil Rakinah. Suami dia bernama Suhardi sutan Indra (suku Malayu Gadang Rantau Kataka) dan 7 orang anak (6 Putera dan 1 Puteri) ; Mar Alamsyah Sutan Daulat, Zulrahmansyah Daulat Rajo Mudo,SS, Noval Nofriansyah, Marwansyah, Zaitulsyah, Heksa Rasudarsyah, Naura Puti kabbarasti.
Sedangkan keturunan dari Dang Tuanku Remendung yang jejaknya tak terekam oleh pagaruyung atas permintaan bundo kanduang sendiri dengan mengatakan bahwa ia dan keturunannya sudah mengirap ke langit untuk mengelabui raja Tiang bungkuk yang mengejarnya sampai ke pagaruyung (kisah Cindur Mato).
Setelah meninggalkan pagaruyung dang menghilang, bundo kanduang kembali ke lunang tempat asal nenek moyangnya, adityawarman.
Sementara Cindur Mato putra juru kunci Istana (dan masih keponakannya) diperintahkan untuk naik tahta menggantikan Dang Tuanku Remendung sebagai putra mahkota alam minangkabau.
Bundo kanduang mengirap agar tak terjadi pertumpahan darah yang lebih besar karena pertikaiannya dengan raja Tiang Bungkuk yang menewaskan anaknya Rangkayo Imbang Jayo (dalam kisah Cindur Mato).
Di Lunang ini mayoritas didiami oleh pecahan Suku Malayu yang secara historis merupakan keturunan dari pendatang dari Sungai Pagu dan daerah lain di sekitar Lunang. Selain itu juga terdapat Suku Caniago di nagari ini.
Adapun nama-nama suku di Nagari Lunang adalah : Malayu, Malayu Gadang Rantau Kataka, Malayu Gadang Kumbuang, Malayu Durian/Rajo, Malayu Kecik, Malayu Tangah, Caniago Patih dan Caniago mangkuto.
Sementara Cindur Mato putra juru kunci Istana (dan masih keponakannya) diperintahkan untuk naik tahta menggantikan Dang Tuanku Remendung sebagai putra mahkota alam minangkabau.
Bundo kanduang mengirap agar tak terjadi pertumpahan darah yang lebih besar karena pertikaiannya dengan raja Tiang Bungkuk yang menewaskan anaknya Rangkayo Imbang Jayo (dalam kisah Cindur Mato).
Di Lunang ini mayoritas didiami oleh pecahan Suku Malayu yang secara historis merupakan keturunan dari pendatang dari Sungai Pagu dan daerah lain di sekitar Lunang. Selain itu juga terdapat Suku Caniago di nagari ini.
Adapun nama-nama suku di Nagari Lunang adalah : Malayu, Malayu Gadang Rantau Kataka, Malayu Gadang Kumbuang, Malayu Durian/Rajo, Malayu Kecik, Malayu Tangah, Caniago Patih dan Caniago mangkuto.
Nagari Lunang identik dengan Mande Rubiah sebagai simbol kekuasaan elite tradisional di nagari tersebut. Melihat realitas yang ada, dapat dikatakan bahwa poros kehidupan masyarakat Lunang dan sekitarnya berada pada Rumah Gadang Mande Rubiah.
Bahkan datang ke daerah tersebut, bagi wisatawan bukanlah semata-mata sebagai bentuk dari rekreasi seperti pengunjung yang datang ke rumah adat lainnya, melainkan para pengunjung pada umumnya untuk melepaskan hajatnya seperti berkaul, membayar nazar, meminta obat dan rasa ingin tahu tentang keberadaan rumah gadang Mande Rubiah tersebut.
Bagi masyarakat Lunang kehidupan sehari-hari mereka tidak terlepas dari rumah gadang Mande Rubiah itu sendiri, seperti penyelenggaraan adat dan agama tetap berhubungan dengan rumah gadang tersebut.
Bahkan kehidupan di rumah gadang Mande Rubiah adalah pusat dari kehidupan yang ada di dalam nagari. Untuk itu, kegiatan masyarakat tidak terlepas dari rumah gadang, seperti penyelenggaraan Shalat Tarawih empat malam di rumah gadang tersebut, takbiran Idul Fitri, Maulid Nabi pada hari kedua setelah Maulid Nabi di mesjid nagari, rapat nagari, upacara perkawinan, dan sebagainya.
Rumah Gadang Mande Rubiah yang menjadi sakral dan dianggap keramat, tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan yang ada di Lunang maupun daerah luar sekitarnya. Rumah gadang dikenal sebagai tempat tua yang menjadi pelindung bagi masyarakat.
Maksudnya rumah gadang adalah tempat yang agung dan berkah bagi orang yang menghormatinya. Kepercayaan ini merupakan suatu bentuk semangat kepercayaan lama yang tidak hilang dimakan zaman, walaupun jumlahnya tidak dapat diperkirakan.
Pengikut kepercayaan ini menganggap tidak melanggar norma-norma agama yang telah ada karena berbagai bentuk tradisi ini menuntun mereka dan tidak terlepas dari cara mereka melaksanakan ibadah agama.
Hanya saja pelaksanaannya bisa dilakukan rumah gadang, mengingat rumah gadang juga difungsikan sebagai tempat ibadah agama.
Jadi maksudnya rumah gadang selain sebagai rumah adat tempat yang sakral, juga merupakan rumah ibadah.
Tradisi manjalang (menjelang) atau istilah di daerah tersebut nyalang adalah prosesi adat bercampur agama yang telah mentradisi di Nagari Lunang. Prosesi adat tersebut seperti menyambut hari raya Idul Fitri yang dilangsungkan di rumah gadang Mandeh Rubiah.
Manjalang diartikan dengan mengunjungi rumah gadang Mandeh Rubiah dalam rangka silaturahmi (halal bi halal atau bermaaf-maafan) antar seluruh unsur masyarakat, mulai dari unsur adat, alim ulama dan masyarakat dengan Mandeh Rubiah.
Tradisi manjalang rumah gadang Mande Rubiah sendiri tidak terlepas dari pengaruh aliran syatariah yang berkembang di daerah Lunang, bahkan Mande Rubiah sendiri serta keturunannnya pengikut dari aliran syatariah itu sendiri.(***/)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih