Oleh : Debby Ramadhani/Prodi Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Tradisi adalah kebiasaan sosial yang diturunkan dari suatu generasi ke generasi lainnya melalui proses sosialisasi.
Tradisi menentukan nilainilai dan moral masyarakat, karena tradisi merupakan aturan-aturan tentang hal apa yang benar dan hal apa yang salah menurut warga masyarakat.
Konsep tradisi itu meliputi pandangan dunia (world view) yang menyangkut kepercayaan mengenai masalah kehidupan dan kematian serta peristiwa alam dan makhluknya atau konsep tradisi itu berkaitan dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai, dan pola serta cara berfikir masyarakat.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Indonesia juga memiliki beragam suku bangsa, agama, dan bahasa daerah. Hal tersebut membuat Indonesia memiliki nilai plus dimata dunia dengan negara yang kaya kebudayaan.
Kebudayaan merupakan suatu tolak ukur yang mendasar dalam melakukan suatu tindakan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, adat istiadat serta berbagai kebiasaan yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Kepercayaan-kepercayaan masyarakat yang terdapat pada suku-suku bangsa dimaksud merupakan salah satu unsur kebudayaan lokal yang memberi ciri bagi daerah setempat. Dalam kepercayaan masyarakat itu terkandung nilai-nilai yang dapat dijadikan acuan atau pedoman bagi perilaku kehidupan masyarakat.
Namun demikian, seiring dengan perkembangan zaman, nilai-nilai yang telah dirintis oleh nenek moyang semakin hari semakin tergeser dari fungsinya.
Terjadinya krisis ekonomi dan politik yang akar-akarnya tertanam dalam krisis moral yang kemudian menjalar menjadi krisis budaya, melahirkan kondisi yang serba “semrawut”, dan menjadikan masyarakat kehilangan orientasi nilai.
Kondisi ini menyebabkan kehidupan menjadi hambar, kejam dan kasar, gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan spritual. Ajaran-ajaran etik dan moral yang diajarkan oleh para leluhur menjadi ejekan.
Kesemuanya menjadi pertanda bahwa pembinaan watak dan jati diri bangsa yang telah dilakukan belum menampakkan hasil sebagaimana yang diharapkan.
Kehidupan bangsa yang demikian gersang dan hambar itu menunjukkan melemahnya ketahanan budaya yang disebabkan oleh merosotnya pemahaman dan penghayatan masyarakat terhadap nilai-nilai budaya bangsa sendiri.
Untuk itu perlu terus menerus dilakukan upaya penyemaian dan pemupukan ketahanan budaya masyarakat dalam kokohnya jati diri bangsa.
Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan menggali dan mengenali aktifitas budaya yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat suku-suku bangsa yang tersebar di pelosok tanah air.
Penggalian dan pengenalan aktifitas budaya tersebut, salah satunya melalui penyelenggaraan upacara tradisional yang berhubungan dengan kepercayaan.
Ragam budaya ialah pencerminan sikap dan pola hidup dalam masyarakat yang sudah terjadi secara turun temurun. Nilai-nilai yang ada dan terkandung didalamnya menjadikan warisan yang berharga bagi masyarakat.
Provinsi Sumatera Barat merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang terkenal dengan khas kebudayaan masyarakat Minangkabaunya. Jika membicarakan masyarakat Minangkabau, secara umum juga mendalami sebuah suku bangsa dengan latar belakang sejarah, adat, budaya, tradisi, agama, kesenian, pertunjukan, kepercayaan dan segala aspek kehidupan yang berada pada masyarakatnya.
Tabuik adalah suatu warisan budaya minangkabau yang berbentuk ritual upacara dan sudah berkembang di Pariaman sejak dua abad yang lalu.
Tabuik merupakan salah satu tradisi tahunan di dalam masyarakat Pariaman.
Festival ini telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu dan diperkirakan telah ada sejak abad ke-19 masehi. Perhelatan tabuik merupakan bagian dari peringatan hari wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Hussein bin Ali yang jatuh pada tanggal 10 Muharram.
Tabuik yang merupakan upacara atau perayaan mengenang kematian Husain, tetapi kemudian berkembang menjadi pertunjukan budaya khas Pariaman setelah masuknya unsur-unsur budaya Minangkabau.
Pada masa dahulu, penyelenggaraan upacara tabuik murni oleh masyarakat/anak nagari yang istilahnya membosek dari dari bumi (berasal dari masyarakat).
Artinya, upacara tabuik terlaksana atas dasar partisipasi masyarakat secara bergotong royong. Biasanya, biaya penyelenggaraan upacara tabuik berasal dari sumbangan atau bantuan dari masyarakat yang dilaksanakan dengan jalan memungut secara door to door ke setiap rumah.
Acara minta sumbangan itu ditandai dengan membawa tabuik lenong (kecil) itu dinamakan dengan maradai. Oleh karenanya, tabuik yang diselenggarakan oleh anak nagari (masyarakat) secara bergotong rakyat itu dikenal juga dengan sebutan tabuik adat (tabuik anak nagari).
Tabuik terdiri dari dua macam, yaitu Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang Keduanya berasal dari dua wilayah berbeda di Kota Pariaman. Tabuik Pasa (pasar) merupakan wilayah yang berada di sisi selatan dari sungai yang membelah kota tersebut hingga ke tepian Pantai Gandoriah. Wilayah Pasa dianggap sebagai daerah asal muasal tradisi tabuik.
Adapun tabuik subarang berasal dari daerah subarang (seberang), yaitu wilayah di sisi utara dari sungai atau daerah yang disebut sebagai Kampung Jawa. Dan kedua tabuik inilah yang selalui dipertujukan pada setiap tahunnya di Kota Pariaman.
Tabuik berbentuk bangunan bertingkat tiga terbuat dari kayu, rotan, dan bambu dengan tinggi mencapai 10 meter dan berat sekitar 500 kilogram. Bagian bawah Tabuik berbentuk badan seekor kuda besar bersayap lebar dan berkepala "wanita" cantik berjilbab.
Kuda gemuk itu dibuat dari rotan dan bambu dengan dilapisi kain beludru halus warna hitam dan pada empat kakinya terdapat gambar kalajengking menghadap ke atas.
Kuda tersebut merupakan simbol kendaraan Bouraq, dalam cerita tempo dulu adalah kendaraan yang memiliki kemampuan terbang secepat kilat.
Pada bagian tengah Tabuik berbentuk gapura petak yang ukurannya makin ke atas makin besar dengan dibalut kain beludru dan kertas hias aneka warna yang ditempelkan dengan motif ukiran khas Minangkabau.
Di bagian bawah dan atas gapura ditancapkan "bungo salapan" (bunga delapan) berbentuk payung dengan dasar kertas warna bermotif ukiran atau batik.
Pada bagian puncak Tabuik berbentuk payung besar dibalut kain beludru dan kertas hias yang juga bermotif ukiran. Di atas payung ditancapkan patung burung merpati putih.Di kaki Tabuik terdapat empat kayu balok bersilang dengan panjang masing- masing balok sekitar 10 meter.
Balok-balok itu digunakan untuk menggotong dan "menghoyak" Tabuik yang dilakukan sekitar 50 orang dewasa.
Unsur-unsur utama tabuik, seperti; bungo salapan, tonggak atam, tonggak serak, jantuang-jantuang, pasu-pasu, dan ula gerang yang berjumlah delapan merupakan gambaran perpaduan antara adat dan agama, sehingga nilai-nilai adat yang terkandung dalam tabuik tidak jauh dari nilai-nilai agama.
Adapun kaitannya dengan ajaran agama Islam nilai-nilai adat yang ada pada tabuik yaitu, aturan adat nanampek mencakup perilaku bertutur kata dalam masyarakat yang sangat dijunjung tinggi masyarakat Pariaman seperti; kato mandata, kato mandaki, kato malereang, dan kato manurun.
Oleh karena itu, dalam setiap pelaksanaan pesta tabuik unsur-unsur yang terlibat dalam upacara ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai (cerdik pandai), unsur tokoh masyarakat lainnya, pemuda, urang sumando, dan anakanak sehingga diperlukan mempedomani kato nan ampek.
Kata yang empat (kato nan ampek) dimaksud pada agama dapat dikaitkan dengan beberapa hal yaitu berpedoman pada dasar hukum yang empat; Al-Qur'an, Hadist, Ijma', dan Qias (wajib, sunat, mubah, dan makruh).
Bahkan bisa dikaitkan dengan empat pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad S.A.W, yang disebut dengan Khulafaurrasyidin yaitu; Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Kemudian empat mazhab imam yaitu, Hanafi, Hanbali, Syafi'i, dan Maliki. Selain prinsip-prinsip diatas, adalagi prinsip yang ditekankan alam beribadah yaitu syari'at, tarikat, hakikat, dan makrifat. (***/)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih