Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang, serta diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Seseorang bisa berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaan di antara mereka, sehingga membuktikan bahwa budaya bisa dipelajari.
Budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosial-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Antropolog Melville J. Herskovits dan Bronisław Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Istilah untuk pendapat itu adalah determinisme budaya (cultural-determinism). Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganik.
Sementara menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan ,serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual, dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyatakan bahwa kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku, dan kepercayaan dari kebudayaan induknya.
Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, politik dan gender. Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran, dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli.
Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan, dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
Berbicara tentang kebudayaan tentu tidak lepas dari tradisi. Tradisi menentukan nilai-nilai dan moral masyarakat, karena tradisi merupakan aturan-aturan tentang hal apa yang benar dan hal apa yang salah menurut warga masyarakat.
Tradisi adalah kebiasaan yang turun-menurun yang mencerminkan keberadapan para pendukungnya. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku baik dalam kehidupan bersifat duniawi maupun gaib serta kehidupan keagamaan.
Tradisi mengatur bagaimana manusia berhubungan dengan manusia lainnya, atau satu kelompok dengan kelompok lainnya, tradisi juga menyarankan bagaimana hendaknya manusia memperlakukan lingkungannya.
Ia berkembang menjadi suatu sistem yang memiliki norma yang sekaligus juga mengatur sanksi dan ancaman terhadap pelanggaran dan penyimpangan terhadapnya, menurut Garna (1996:166) (Amran Umar, 10-16 :2013).
Sebagian orang juga berpendapat bahwa Tradisi adalah kebiasaan sosial yang diturunkan dari suatu generasi ke generasi lainnya melalui proses sosialisasi.
Tradisi menentukan nilai-nilai dan moral masyarakat, karena tradisi merupakan aturan-aturan tentang hal apa yang benar dan hal apa yang salah menurut warga masyarakat. Tulisan kali ini akan membahas mengenai tradisi Hoyak Tabuik di Pariaman.
Tabuik merupakan karya seni dekoratif yang terbentuk atas konsep estetik, dan merupakan objek utama untuk pelaksanaan perayaan muharram Kota Pariaman, dilaksanakan sekali dalam setiap tahunnya.
Tabuik adalah suatu warisan budaya berbentuk ritual upacara yang berkembang pesat di pariaman. Tabuik dilaksanakan untuk memperingati wafatnya husain. Bagi masyarakat pariaman upacara ini tidak menjadi akidah, pelaksanaanya hanya semata-mata merupakan upacara memperingati wafatnya husain.
Tradisi batabuik sudah diwarisi secara turun temurun oleh masyarakat Pariaman sejak dahulunya. Acara tabuik dilangsungkan dengan kemeriahan yang melibatkan banyak orang. Kemeriahan acara batabuik akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung pantai pariaman.
Pengunjung yang datang bukan masyarakat Pariaman saja tapi dari berbagai daerah. Ritual pembuatan tabuik dimulai dengan pengambilan tanah dari sungai pada tanggal 1 Muharram. Tanah tersebut diletakkan dalam periuk tanah dan dibungkus dengan kain putih, kemudian disimpan dalam lalaga yang terdapat di halaman rumah tabuik.
Lalaga adalah tempat berukuran 3x3 meter yang dipagari dengan parupuk, sejenis bambu kecil. Tanah yang dibungkus dengan kain putih adalah perumpamaan kuburan Husain. Tempat Ini akan diatapi dengan kain putih berbentuk kubah.
Tanah tersebut akan dibiarkan disana sampai dimasukkan ke dalam tabuik pada tanggal Muharram. Pada tanggal 5 Muharram dilakukan proses menebang batang pisang dengan cara sekali tebas pada malam hari. Ini melambangkan perumpamaan keberanian salah satu putra Imam Husain yang menuntut balas kematian bapaknya.
Prosesi dilanjutkan pada tanggal 7 dan 8 muharram yang disebut Maatam dan Maarak sorban. Maatam merupakan personifikasi membawa jari-jari Husain yang berserakan ditebas pasukan Raja Yazid. Sedangkan Maarak Sorban melambangkan diaraknya bekas sorban untuk menyiarkan keberanian Husain memerangi musuh.
Pada tanggal 10 Muharram pagi, diadakan prosesi Tabuik naik pangkat, yaitu pemasangan bagian atas tabuik. Kemudian Tabuik diarak hingga akhirnya dibuang ke laut.
Dalam setiap upacara adat di Indonesia, pasti ada makna di balik setiap rangkaian upacaranya. Rangakaian upacara Tabuik memiliki prosesi atau ritual yang disebut dengan Maarak Jari-jari. makna dari ritual Maarak Jari-Jari ialah pengumpamaan jasad cucu Nabi Muhammad SAW yang wafat karena terbunuh.
Dalam prosesi tersebut diadakan replika atau bentuk tiruan jari-jari manusia yang dimasukkan ke dalam panja atau wajah. Tiruan ini kemudian diarak ke seluruh wilayah kota. Upacara ini dilanjutkan dengan upacara pertemuan atau prosesi yang disebut dengan ritual Basalisiah.
Acara ini merupakan pertemuan kedua belah pihak antar pelaksana Tabuik. jadi, dalam pelaksanaan ritual Tabuik akan ada dua belah pihak, katakanlah pihak selatan dan utara dari satu wilayah.
Keduanya akan saling bertarung dalam saat Basalisiah berlangsung. Kedua kubu akan saling menyerang, mereka melemparkan gendang tasa sampai terjadi bentrokan. Tradisi ini sebagai pengingat perang yang pernah terjadi dan menewaskan Husain bin Ali cucu Nabi Muhammad SAW.
Dalam pelaksanaan Basiliah sekilas seolah-olah masyarakat saling mendendam karena terjadi bentrokan. Sesungguhnya tidaklah demikian, karena pelaksanaannya hanyalah bagian dari upacara untuk menggambarkan cerita kematian Hussein.
Sebelum Ritual Maarak Jari-jari dilaksanakan, sehari sebelumnya dilaksanakan Prosesi ritual maradai. Prosesi ini berisikan kegiatan masyarakat dalam meminta sumbangan. Dalam ritual ini masyarakat
Tabuik akan melibatkan masyarakat untuk memberikan sumbangan seikhlasnya. Sumbangan yang didapatkan kemudian digunakan untuk pelaksanaan acara sampai selesai.
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih