Oleh : Yosa Adelia/Mahasiswa Universitas Andalas, Jurusan Sastra Minangkabau
Seperti yang kita tahu bahwa bahasa Minangkabau mempunyai banyak dialek. Setiap daerah memiliki lebih dari sebuah dialek, ada dialek yang melodius, ada yang rata, dan ada juga yang kasar. Bahkan irama dalam berbicara pun bisa berbeda.
Terdapat bahasa umum yang mendukung kesusastraan Minangkabau. Kesusastraan Minangkabau sendiri mengandung ungkapan yang plastis dan penuh kiasan, sindiran, perumpamaan atau ibarat, pepatah, petitih, mamangan, dll. Bahkah biasanya dalam percakapan sehari-hari pun masyarakat Minangkabau menggunakan ungkapan yang plastis itu.
Walaupun dalam percakapan sehari-hari masyarakat Minangkabau menggunakan peribahasa, bahasa untuk kesusastraan banyak perbedaannya. Jika bahasa percakapan menggunakan kalimat yang pendek-pendek dan menggunakan potongan kata akhir secara berurutan, seperti cik cah lu di, wak makan cek lu yang dimana bahasa utuhnya ialah Hancik cacaj dulu jadi, awak makan ciek dulu (Tunggu sebentar yaa, saya makan dulu).
Maka bahasa untuk kesusastraan memakai kata-kata yang utuh. Kalimatnya panjang-panjang dengan menggunakan banyak anak kalimat, yang masing-masing terdiri dari empat buah kata.
Ada juga kalimat-kalimat yang dibantu dengan berbagai macam kata sandang yang berfungsi sebagai penyempurna agar pengucapan data berirama, seperti nan, lah, malah, bak, lai, dek, kan, itu, iko, dan alah. Berikut macam-macam kesusatraan yang berkembang di dalam masyarakat Minangkabau.
Yang pertama ada pantun. Pantun merupakan hal yang snagat penting dalam kesusastraan Minangkabau, pantun dapat menjadi buah bibir, bunga kaba, dan hiasan pidato. Banyak orang yang berpantun dalam percakapan, seperti ketika menjajakan jualan, dalam meratap, dan berdendang.
Terdapat ungkapan dalam bentuk pantun yang menggambarkan betapa pentingnya pantun dalam kehidupan sehari hari, yaitu :
Sarancak saelok ikolah parak,
Indak badasun agak sebuah,
Sarancak saelok ikolah awak,
Indak bapantun agak sabuah.
(Secantik seelok inilah parak,
Tak berdasun barang sebuah,
Secantik seelok inilah awak
Tak berpantun barang sebuah)
Pantun terdiri dari beberapa baris dalam jumlah yang genap, dari dua baris sampai dua belas baris. Dan setiap barisnya terdiri dari empat kata dengan rima akhir yang sarna. Separuh jumlah baris permulaan disebut sampiran.
Separuh berikutnya adalah isi pantun yang sesungguhnya. Fungsi sampiran lalah sebagai pengantar dari isi, bunyi, dan iramanya. Pantun yang sempuma ialah apabila sampirannya mengandung ketiga unsur itu.
Ada juga pantun yang hanya terdiri dari dua baris hingga enam baris. Pantun yang terdiri dari enam sampai dua belas baris dinamakan talibun. Pantun empat baris yang terdiri dari beberapa untai dinamakan sebagai seloka. Berikut merupakan contok seloka:
Tanam malati basusun tangkai,
Tanam padi ciek-ciek,
Kalau buliah basusun bangkai
Dagiang hancua manjadi ciek.
Tanam padi ciek-ciek
Anak lintah dalam dunia
Daging ancua jadi ciek
Tambo bacinto dalam dunie
Anak lintah dalam dunia
Ubua-ubua balak duo
Tando bacinto dalam dunie
Ciek kubua kito baduo
Lalu terdapat pantun adat yang biasa digunakan dalam pidato. Isi dari pantun ini ialah kutipan undnag-undnag, hukum, tambo, dll yang berhubungan dengan adat. Ada juga pantun tua yang berisikan nasihat serta ajaran etik yang berlaku di masa itu. Terdapat pantun muda yang mengiaskan dan menyindirkan betapa daIam cinta asmara yang terpendam.
Kadang-kadang pantun itu sangat cabuL lsi pantun ini sering merupakan dialog antara bujang dan gadis, yang seorang menyatakan cintanya dan yang seorang meminta bukti. Juga isinya kadang-kadang pemujaan atas kecantikan seorang kekasih yang dikiaskan kepada wajah alam yang seindah-indahnya.
Yang paling disenangi orang ialah pantun yang berisikan cinta yang patah. Disenangi karena demikian halus lukisannya. Pantun yang bersahutan antara bujang dan gadis biasa pula berbentuk seIoka.
Ada juga pntuk yangberisikan olok-olok dan isi pantunnya berisi ejekan terhadap buah perangai orang-orang yang tidak menyenangkan. yang termasuk pantun suka ini ialah pantun teka-teki.
Lalu ada kaba yang jika kita lihat dari namanya sudah pasti mengetahui bahwa kaba merupakan produk khas Minangkabau. Kaba sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu akhbar yang artinya pesan atau berita.
Sesuai dengan jenisnya, kaba berbentuk prosa lirik. Kaba merupakan suatu cerita rakyat yang mengandung falsafah hidup, pendidikan, adat, pergaulan, nasehat-nasehat, kewajiban sosial, adat berumah tangga, serta persoalan kehidupan masyarakat Minangkabau.
Kaba dibawakan secara lisan karena pada saat perkembangannya masyarakat Minangkabau tidak mengenal tulisan. Setelah mengenal tulisan, kaba dibukukan agar tidak hilang ditelan zaman.
Menurut (Junus melalui Djamaris, 2002: 79) kaba memiliki 2 macam, yaitu kaba klasik dank aba non klasik. Kaba klasik biasanya bercerita tentang anak raja dengan kekuatan supranaturalnya, sedangkan non klasik bercerita tentang hal-hal yang kekinian.
Menurut Junus (1984: 17) istilah kaba sering didahului istilah curito (cerita) sehingga selalu disebut curito kaba. Oleh karena itu kaba lahir dari cerita-cerita kehidupan masyarakat yang diceritakana kepada sanak sudaro dan ditambah-tambah agar cerita semakin menarik untuk didengar.
Keberadaan kaba dijadikan sebagai hiburan pelepas penat bersama anggota keluarga. Kaba biasanya diceritakan oleh ayah kepada anaknya tentang cerita-cerita rakyat, asal-usul suatu daerah, sehingga anaknya kmerasa bangga dan menceritakan kembali kepada teman-temannya.
Bahasa yang digunakan dalam kaba ialah bahasa amai (ibu). Keberadaan bahasa amai dalam sebuah sastra Minangkabau terus dipertahankan dan dilakukan agar terdapat inovasi yang akan menjadikannya bahasa yang lebih mulia.
Penggunaan bahasa amai dalam kaba menjadi salah satu bentuk untuk melestarikan bahasa yang merupakan bentuk kekayaan budaya yang harus kita mnfaatkan keberadaannya dan kita lestarikan agar tidak hilang ditelan oleh zaman.
Lalu terdapat kaba yang gaya bahasa dan ungkapannya hasil kesusastraan yang sama mutunya dengan kaba atau pantun. Kalimat pidato panjang-panjang. Setiap kalimat mempunyai banyak anak kalimat. Tiap-tiap kalimat dan anak kalimat terdiri dari empat kata.
Di samping itu bentuk kalimat pidato lazim menjajarkan berbagai ungkapan yang sinonim sebagai penegasan masalah yang dibicarakan atau sebagai bunga pidato. Pidato sarat dengan pepatah, petitih, mamangan, pituah, dan pameo yang merupakan bahasa hukum, undang-undang, ajaran moral, dan etik.
Ungkapan itu tidak jarang pula disampaikan dalam bentuk pantun. Penilaian terhadap mutu pidato tergantung pada kemampuan pembicara dalam memantunkan, (menyusun ke dalam bentuk pantun), isi pidatonya.
Lalu terdapat kias yang dimana salam sastra Minangkabau banyak sekali sinonim istilah kias ini. Pemahaman kata kiasan sangat penting, karena diperlukan untuk komunikasi dalam hubungan kekerabatan yang rumit yang menuntut sopan santun, saling menghormati, tanpa kehilangan harga diri antar sesamanya. (***/)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih