Oleh : Lathifah Risya Jannah, Universitas Andalas Jurusan Sastra Minangkabau.
Perkawinan merupakan dasar awal untuk membentuk keluarga yang utuh dan bahagia seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Pernikahan akan berperan setelah masing-masing pasangannya melakukan peran serta tindakan yang positif dalam mewujudkan tujuan dari pernikahan itu sendiri tentunya dengan adanya ijab qabul sebagai lambang dari adanya rasa ikhlas mengikhlaskan serta ridho meridhoi dengan dihadiri oleh para saksi yang menyaksikan bahwasanya kedua pasangan antara laki-laki dan perempuan sudah saling ada ikatan lahir bathin.
Sehingga tercipta kehidupan keluarga yang tentram sehingga terwujudnya keluarga yang bahagia sakinah, mawaddah, dan Rahmah.
Selain memenuhi ketentuan hukum Islam, dalam pernikahan dan kehidupan rumah tangga juga harus memperhatikan tradisi adat yang telah berlaku dalam kehidupan masyarakat. Beberapa tradisi dalam perkawinan dan kehidupan rumah tangga masih dipegang erat oleh masyarakat.
Meskipun demikian ada beberapa kalangan yang sudah mulai meninggalkannya. Salah satunya adalah masyarakat Padang Luar Nagari III Koto yang memiliki tradisi maanta nasi panambai.
Tradisi ini dilaksanakan oleh pasangan yang akan menikah yang sama-sama berasal dari Padang Luar Nagari III Koto Kecamatan Rambatan. Nasi panambai adalah nasi yang diantarkan oleh ibu-ibu dari pihak perempuan kepada keluarga tertentu pihak laki-laki sebelum diadakannya akad nikah.
Nasi panambai ini terdiri dari 4 cambuang nasi, 4 gelas sala bada, 4 gelas samba randang. Orang yang mengantarkan nasi panambai ini memakai baju sambek batingkuluak gadang.
Pelaksanaan maanta nasi panambai dilaksanakan oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki, yaitu dengan jumlah nasi panambai sebanyak 4 buah yang nantinya di antar kepada ibu dari calon mempelai laki-laki, mamak kepala kaum mempelai laki-laki, pihak bako mempelai laki-laki, mamak kepala kaum pihak bako mempelai laki-laki.
Tradisi maanta nasi panambai ini adalah suatu kemestian dan apabila tidak dijalankan, terjadilah suatu perbuatan yang timpang. Bagi yang tidak menjalankannya akan diberikan denda.
Adapun denda yang harus dibayar kepada niniak mamak yaitu mambaia (membayar) kapalo ameh (kepala emas) yaitu berupa emas atau uang yang selanjutnya akan diserahkan kepada niniak mamak.
Pembayaran denda dilaksanakan di rumah mempelai wanita dan dihadiri oleh niniak mamak dari pihak laki-laki dan niniak mamak dari pihak perempuan.
Setelah niniak mamak dari pihak laki-laki dan perempuan berkumpul maka niniak mamak tersebut bermusyawarah untuk menentukan banyaknya denda yang harus dibayar oleh pasangan tersebut, denda yang dipatok dengan harga padi yang mana jumlahnya sekitar dua, tiga ketiding padi dan bahkan lebih.
Denda tersebut diberikan kepada niniak mamak pihak perempuan. Apabila denda tersebut tidak diberikan kepada niniak mamak maka pasangan tersebut akan disebut-sebut sebagai orang yang tidak beradat di nagari.
Apabila pasangan tersebut mempunyai keturunan atau anak maka anak dari pasangan tersebut tidak dijemput oleh bakonya atau disebut juga dengan anak ndak babako.
Apabila anak dari keturunan tersebut menikah maka tidak diperkenankan memakai adat sebelum orang tuanya melakukan alek tokok lutuik. Alek tokok lutuik yaitu acara perhelatan untuk memakai adat kepada niniak mamak sebagai tanda peresmian perkawinan.
Tujuannya untuk menghindari persangkaan buruk dan juga menghormati para niniak mamak yang ada di daerah tersebut.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa adat menetapkan sanksi dengan tegas terhadap siapa saja yang melanggar dari aturan adat yang berlaku di daerah tersebut.
Jika pelaku tidak sanggup memenuhi persyaratan dari niniak mamak maka keturunan dari pelaku tidak diperbolehkan untuk memakai adat baik dalam acara maanta anak atau pernikahan dari anak pelaku tersebut.
Walimah dalam pengertian khusus disebut “walimah urs” mengandung pengertian peresmian pernikahan yang tujuannya untuk memberi tahu khalayak bahwa kedua mempelai telah resmi menjadi suami istri.
Walimah Urs diadakan ketika acara akad nikah berlangsung atau sesudahnya, walimah biasa diadakan menurut adat dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
Pelaksanaan walimah diadakan menurut hukum adat, tetapi hukum adat yang dimaksud bukan termasuk kepada adat yang fasid tetapi termasuk kepada adat yang shahih.
Menurut penulis, bahwa tradisi maanta nasi panambai dalam baralek adalah termasuk kepada golongan Urf Shahih. Hal ini berdasarkan syarat-syarat Urf dijadikan sebagi sumber hukum Islam sebagai berikut:
Adat tidak bertentangan dan melanggar dalil syara’ yang ada atau bertentangan dengan prinsip yang pasti. Mengenai pelaksanaan tradisi maanta nasi panambai ini tidak ada dalil yang melarang dan menyuruh terhadap perbuatan adat yang dilakukan oleh masyarakat di Padang Luar ini dan juga tidak menimbulkan mafsadat yang terlalu besar.
Adat atau Urf itu bernilai maslahat dan dapat diterima akal sehat. Berdasarkan adat yang ada di Padang Luar bahwa pelaksanaan maanta nasi panambai mengandung nilai-nilai kebaikan (maslahat)yaitu untuk memperkokoh hubungan silaturahmi antara anak dengan keluarga bakonya, karena kalau tidak melaksanakan maanta nasi panambai antara bako dan anak tidak dapat melaksanakan hubungan adat, dan anak tidak terlalu dekat dengan bakonya yang lain, hanya dekat dengan bako kontannya saja.
Jika dilihat peran bako di Padang Luar ini penting supaya bisa melaksanakan adat yang berlaku di Padang Luar dan juga terjadi komunikasi dan hubungan silaturrahmi yang semakin kuat.
‘Adat atau urf itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang berada dalam lingkungan adat itu, atau di kalangan sebagian besar warganya. Sesuai dengan adat yang berlaku di Padang Luar harus dijalankan oleh setiap mereka yang melaksanakan pernikahan.
Urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada (berlaku) pada saat itu, bukan Urf yang muncul kemudian. Hal ini berarti Urf harus telah ada sebelum penetapan hukum.
Pemberlakuan adat ini sudah turun temurun dan merupakan adat yang berlaku di Padang Luar atas hasil keputusan dan kesepakatan ninik mamak dan perangkat adat Nagari tersebut
Pada masyarakat Padang Luar, seperti yang dijelaskan di atas apabila ada pihak yang tidak menjalankan tradisi maanta nasi panambai maka akan diberikan sanksi.
Adapun bagi masyarakat yang kurang mampu untuk tidak memaksakan kehendak dan supaya anak kemenakan tidak menikah keluar sebaiknya menjalankan sanksi adat tersebut.
Sanksi tersebut jika di bandingkan dengan melaksanakan adat lebih kecil biaya membayar denda dari pada menjalankan adat. (***/)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih