Oleh : Lathifah Risya Jannah, Universitas Andalas Jurusan Sastra Minangkabau.
Foto by : @ santiangraini09/haluan |
WARGA Nagari Ampek Koto, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam mempunyai tradisi unik saat menyambut Hari Raya Kurban, mereka tumpah ruah ke rumah-rumah ibadah mengikuti ritual dan tradisi makan “gulai bukek” daging korban secara bersama-sama.
Gulai bukek merupakan kuliner khas Palembayan yang biasa dihidangkan pada acara perhelatan perkawinan dan upacara adat lainnya. Bahan gulai bukek terdiri dari daging, cabe,tepung beras, sedikit santan dan bumbu masak lainya, boleh dicampur dengan nangka dan pisang muda, namun untuk gulai bukek daging korban tidak ada campuran, kuah gulainya kental mirip kuah sate padang.
Salah seorang warga sekaligus tukang masak Indra Datuak Putiah, mengatakan, tradisi makan gulai bukek bersama itu telah berlangsung sejak lama, menurut cerita orang tua-tua setempat, asal tradisi itu dari Kampuang Tanjuang merupakan sebuah kampung dalam jorong di Palembayan Tangah.
Munculnya tradisi itu karena waktu dulu hewan korban yang dipotong tidak sebanyak sekarang, sehingga banyak warga yang tidak kebagian dagingnya, agar semua warga dapat mengecap daging korban maka para ninik mamak dan ulama membuat kesepakatan bahwa daging hewan korban sebaiknya dijadikan gulai bukek dan dimakan bersama-sama di rumah ibadah tempat pemotongan hewan dilakukan.
Tradisi itu kemudian berkembang ke seluruh kampung di Nagari Ampek Koto karena dirasakan banyak manfaatnya. Manfaatnya, dengan kegiatan itu seluruh warga dapat makan gulai bukek dan juga dapat bersilaturrahmi dalam suasana gembira. Namun tradisi itu hanya ada di Nagari Ampek Koto, pada nagari lain di Kecamatan Palembayan tidak ditemui.
Penyelenggaraan makan gulai bukek yang paling ramai dilakukan pada dua hari setelah hari Raya Idul Adha, walau sebagian ada yang menyelenggarakannya sesudah Shalat Idul Adha.
Siapa saja boleh ikut dalam tradisi makan bersama itu , bahkan warga Palembayan yang merantau di berbagai daerah Sumbar banyak yang pulang kampung untuk mengikuti tradisi makan gulai bukek bersama.
Sampai sekarang tradisi itu masih kental, pada hari raya idul adha tahun ini hampir semua rumah ibadah baik mesjid maupun surau menyelenggarakan tradisi makan gulai bukek bersama.
Jumlah hewan korban yang dipotong di Nagari Ampek Koto Palembayan pada hari raya Idul Adha tahun ini mencapai empat puluhan ekor. Sekitar separohnya akan dijadikan gulai bukek.
Kalau dulu semua daging hewan korban dijadikan gulai bukek, tetapi karena jumlah sapi yang dipotong semakin banyak, maka sekarang sebagian dagingnya dibagi-bagikan ke rumah warga sekitar.
Bahan gulainya terdiri dari daging, cabai, sedikit santan kelapa, tepung beras dan sejumlah bumbu dapur lainnya, sebagai campuran boleh ditam¬bahkan pisang muda, cubadak dan lain-lain, namun untuk gulai bukek daging korban tidak ada campuran lain, semuanya daging dan isi perut saja. Kuah gulai bukek kental seperti kuah sate.
Tata cara penyelenggaraan makan gulai bukek bersama itu, gulai dibuat oleh panitia penyelenggara korban, nasi dibawa oleh peserta korban, sementara warga yang datang bebas mengambil gulai bukek ke dalam kancah, sehingga boleh makan sepuas-puasnya.
Indra Datuak Putiah berharap agar tradisi ini dipertahankan dan selalu diadakan baik dalam suasa Idul Adha maupun tidak karena makna yang terkandung di dalamnya tentang kekompakkan bersama yang bisa menjalin keakraban hubungan silaturahmi, semoga dengan ini bisa membuat Palembayan bisa bagus perkembangan kedepan untuk membanguan Palembayan bersama otomatis pembangunan Kabupaten Agam akan bagus pada masa yang akan datang.
Mahyudin, salah seorang perantau dari Kota Padang saat ditemui mengatakan, sangat senang dengan tradisi ini, apalagi terus dilestarikan karena bisa memupuk hubungan silaturahmi yang kuat dengan sesama dan akan semakin erat hubungan, jadi apapun itu bisa diselesaikan bersama dan juga menarik para perantau untuk pulang kampuang minimal satu kali dalam setahun.
Sepintas Gulai Bukek memiliki tekstur yang kental dan berwarna kuning atau kecoklatan, sepintas terlihat seperti kuah sate Padang, namun jika dicicipi, lidah akan berkata lain.
Gulai Bukek tidak akan ditemukan di warung nasi atau rumah makan Padang manapun, jadi jika ingin menyicipi lezatnya, atau belajar membuatnya terpaksa harus datang langsung ke kecamatan Matur.
Gulai bukek berbahan dasar daging sapi sedangkan untuk isiannya bisa berupa nangka muda atau rebung, “bambu muda” jika dicampurkan dengan bumbu rempah akan menghasilkan rasa guruh pedas serta nikmat.
Rempa-rempah yang digunakan cukup banyak serta beragam jadi untuk memasaknya harus memiliki keahlian khusus, jika tidak rasa yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang di kehendaki.
Berikut ini adalah bahan dan cara membuat gulai bukek :
Bahan
Daging atau babat (babek).
Bumbu gulai (bawang merah + bawang putih + lengkuas + jahe (sipadeh) + kunyit) yang telah digiling.
Daun-daun: Daun limau purut, daun salam, daun kunyit
Serai
Kemiri
Bumbu kambing
Cabe (lado) merah giling
Garam secukupnya
Santan pekat
Bawang merah yang telah diiris
Santan cair
Tepung beras
Minyak goreng secukupnya
Air 250 ml
Cara
Daging direbus dengan sedikit bumbu + cabe (1/2 kg daging + 1/2 sdm cabe + bumbu 1 sdm)
Tumis irisan bawang merah.
Tambahkan bumbu + cabe + bumbu kambing.
Masukkan tumisan ke dalam wadah tempat daging direbus, aduk rata.
Tambahkan tepung beras yang telah diaduk bersama santan, aduk rata
Catatan
Untuk acara kenduri/pesta adat (baralek) di Palembayan, dahulunya gulai bukek ini diisi dengan pisang batu dan dimakan dengan rendang.
Selain untuk lauk, kuah gulai bukek juga bisa dijadikan kuah dari kerupuk kuah. (**/)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih