Oleh : Anindita Saraswati Mahasiswa Sastra Minangkabau.
Foto : Halua |
Budaya mencakup perilaku manusia, moral dan juga gagasan manusia. Seluruh hasil ciptaan manusia dapat berkaitan dengan kebudayaan itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa seluruh ilmu pengetahuan kerap membahas masalah kebudayaan sehingga segala sesuatu pun dapat di jelaskan melalui kebudayaan itu sendiri.
Salah satu suku bangsa yang ada di Negara Indonesia adalah suku bangsa Minangkabau yang kerap disebut-sebut sebagai panggilan urang awak (Orang Minang). Suku Minangkabau merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia dengan mendiami suatu wilayah di pulau Sumatera bagian Barat diantaranya separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, dan bagian selatan Sumatera Utara.
Di masyarakat Minangkabau, para Mamak memiliki tanggung jawab penuh terhadap pernikahan keponakannya atau biasa disebut kemenakannya. Setiap lelaki minang yang akan melaksanakan pernikahan akan diberi gelar saat prosesi adat perkawinan masyarakat Minangkabau.
Hakikat adat perkawinan masyarakat Minangkabau dalam pemberian gelar yakni berlakunya aturan yang menjelaskan bahwa ketek banamo, gadang bagala (kecil diberi nama, besar di beri gelar). Makna dari ungkapan adat ini adalah, seorang anak lakilaki yang masih kecil dari suku Minangkabau diberi nama, setelah ia beranjak dewasa dan hendak menikah maka kepadanya akan diberi gelar dan akan dipanggilkan gelar tersebut kepadanya.
Pada saat ini dengan berlangsungnya Era Modernisasi, dimana dengan kemajuan teknologi yang berkembang melesat maka terkikisnya nilai-nilai kearifan lokal berupa budaya maupun adat istiadat. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat berdampak pada nilai norma sosial, pola-pola perilaku masyarakat, interaksi sosial dan lainnya.
Batagak gala di minangkabau merujuk pada pemberian hadiah atau sumbangan dalam acara-acara adat masyarakat Minangkabau. Dalam konteks ini, “ batagak “ berarti memberikan atau memberi hadiah “ gala “ merujuk pada acara atau perayaan.
Batagak merupakan bagian yang paling penting dari budaya sosial dan adat di Minangkabau, ini adalah praktek di mana individu atau keluarga memberikan sumbangan kepada orang lain atau keluarga yang sedang mengadakan acara adat seperti perkawinan, khitanan, atau acara adat lainnya. Batagak gala dapat berupa uang, perhiasan, bahan makanan, pakaian, atau barang-barang berharga lainya.
Dalam tradisi Minangkabau, batagak gala dianggap sebagai bentuk penghormatan dan solidaritas antara keluarga dan anggota masyarakat. hal ini juga menjadi cara untuk menunjukan kekayaan dan status sosial seseorang, serta memperkuat hubungan antar individu dan kelopok dalam komonitas Mingkabau.
Terdapat tiga jenis gala di minangkabau, yang berbeda sifat, yang berhak memakai dan cara penggunaanya yakni gala mudo (gelar muda), gala sako (gelar pusaka kaum), gela sangsako (gelar kehormatan). Gala Mudo merupakan gelar yang diberikan kepada semua laki-laki minangkabau yang menginjak dewasa yang pemberianya pada saat upacara pernikahan.
Yang berhask memberikan Gelar Mudo adalah “Mamak” atau paman dari kaum “Marapulai” atau pengantin laki-laki, namun boleh juga dari kaum istrinya. Khusus di daerah Pariaman gala mudo diberikan oleh ayahnya, gelar ini sering dikaitkan dengan ciri, sifat dan status penerima.
Contoh sutan batuah karena yang bersangkutan punya keahlian menonjol, sutan pamenan sering diberikan kepada menantu yang disayangi dan lainya. Bayak sekali ragam gala mudo ini merupakan inovasi masing-masing kampung atau nagari. Contoh gala tersebut adalah Sutan, Tuah dan lain-lain.
Gala sako merupakan gelar pusaka kaum yaitu gelar datuak, pengulu atau raja. Raja di minangkabau disebut pucuak adat. Gala sako adalah gelar turun temurun menurut garis ibu, tidak boleh diberikan kepada orang yang bukan keturunan menurut adat minangkabau.
Selanjutnya Gala Sangsako merupakan gala kehormatan yang diberikan kepada seseorang yang berjasa, berprestasi dan mengharumkan minangkabau, agama islam, bangasa dan negara serta bermanfaat bagi warga minangkabau dan yang berhak memberikan gelar sangsako limbago atau pucuak adat kerajaan pagaruyuang, pucuak adat kerajaan sapiah balahan dan datuak /pengulu kaum. laki-laki dalam lembaga adat Kerapatan Adat Nagari yakni bersuku Minang, beragama Islam sebab suku Minangkabau takkan terlepas dari syariat Islam sesuai pepatah adatnya “Adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah”, yang artiannya bahwa agama yang mengatakan maka adat yang akan memakai, kemudian ia merupakan mamak dalam kaum, memiliki adab serta sopan santun yang baik dan tidak memiliki jejak buruk dalam hidupnya.
Bundo Kanduang selaku perwakilan dari kaum wanita di Minangkabau yang mana di Minangkabau menganut Sistem Matrilineal yakni keturunan dari ibu, maka dari itu para perempuan dianggap sebagai pelaksana dan pengontrol ketetapan adat yang sudah dilaksanakan secara turuntemurun sesuai fiolosofi adat “Limpapeh rumah nan gadang, amban paruik pagangan kunci, pusek jalo kumpulan tali, hiyasan di dalam kampuang, sumarak dalam nagari” yang maknanya bahwa peran perempuan Minangkabau bagaikan cahaya yang menerangkan, yang dapat berperan aktif dalam mengurus keberlangsungan adat di Minangkabau.
Kriteria anggota Bundo Kanduang diantara seorang perempuan Minangkabau yang sudah berkeluarga (menikah), beragama Islam, bersuku Minang dan memiliki pemahan tentang adat Minangkabau. Dalam tradisi batagak gala marapulai, Bundo Kanduang bertugas untuk melengkapi persyaratan-persyaratan berupa alat dan perlengkapan dalam melaksanakan tradisi batagak gala berupa isi carano, hiasan dinding maupun ruangan yakni tadia dan pucuak rabuang di langit ruangan, kemudian Bundo Kanduang berperan untuk menyiapkan makanan untuk makan bajamba setelah dilaksanakannya tradisi batagak gala.
Tradisi batagak gala marapulai termasuk kepada adat yang di adatkan, sesuai dengan ungkapan adat “nan indak lakang dek paneh nan indak lapuak dek hujan” dengan artian bahwa adat yang diadatkan adalah adat yang takkan hilang, takkan tergerus oleh pergantian zaman, yang terjaga dan telestarikan.
Maka dari itu tradisi batagak gala marapulai sangatlah penting dilaksanakan oleh masyarakat Minangkabau. Meskipun tradisi batagak gala marapulai mengalami perubahan, namun perubahannya tidak begitu berarti. Sesuai ungkapan adat bahwa adat itu tidaklah sulit/susah, maka dari itu janganlah dipersulit, Adat itu pelaksanaannya mudah namun jangan di sepelekan.
Perubahan maupun pergeseran atas tradisi batagak gala marapulai yakni terletak waktu pelaksanaan yang menyesuaikan pada keluarga marapulai, isi carano terkadang kurang lengkap. Kemudian pada tempat pelaksanaan yang biasanya dilaksanakan di rumah gadang, namun sebab rumah gadang terkadang keadaannya sudah tidak memungkinkan melaksanakan tradisi batagak gala marapulai maka tradisi batagak gala marapulai dapat dilaksanakan dirumah biasa (rumah komplek) atau bahkan di gedung, asalkan pada dinding dan pernak pernik di tempat pelaksanaan tradisi masih menggunakan tapi-tapi semacam tenda alek pelaminan.
Walaupun adanya perubahan atau pergeseran namun tradisi batagak gala tetap dianggap penting untuk dilaksanakan dan tetap dilestarikan bagi masyarakat Minangkabau. (***/)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih