Foto By Google Image |
Kabau padati adalah istilah dalam bahasa Minang, sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut kerbau pedati. Mendengar nama kerbau pedati, angan kembali melayang, ke masa silam sekitar 30 tahun yang lalu.
Di kala itu, suasana belum seramai sekarang. Mobilpun belum ada. Maka salah satu alternatif transportasi yang digunakan, adalah kabau padati atau kerbau pedati.
Padati atau ada juga yang menyebut dengan pedati. Kendaraan tradisional multi fungsi zaman dulu yang saat ini sudah seakan hilang ditelan kemajuan zaman.
Paling kita hanya bisa jumpai pedati sudah jadi pajangan dimuseum atau minimal di sisi rumah gadang milik orang orang Minang yang berduit. Yang ingin membangun kenangan rumah gadang lengkap dengan aksesoris pedati atau bendi.
Dahulu sebelum kendaraan dengan penggerak mesin baik dengan tenaga uap maupun diesel sampai sudah berbagai bahan bakar seperti sekarang, pedati menjadi andalan sarana transportasi. Terutama untuk mengangkut barang. Baik dalam Nagari bahkan sampai antar kota. Biasanya digunakan buat mengangkut hasil bumi ke pasar atau pelabuhan kapal di pesisir pantai Ranah Minang.
Pedati pada umumnya ditarik oleh kerbau. Bodi atau badan pedati layaknya bak truck saat ini. Kusir pedati duduk diantara kerbau dan bak pedati dengan kendali tali serta cambuk kecil.
Kusir alias tukang pedati ini biasanya memiliki kemampuan bela diri yang mumpuni alias pandeka. Hal ini seiring tuntutan keamanan dijalan. Baik oleh binatang buas maupun penyamun yang akan merampok barang bawaan mereka.
Kusir pedati ini identik dengan pakaian serba hitam celana bin sarawa galembong dengan kepala diikat destar/deta. Jemari dihiasi batu akik lengkap dengan pisau sirauik atau karambik pelengkap keamanan diri maupun buat keperluan lain dijalan.
Kalau perjalanan antar nagari atau kota membawa dagangan pedati ini tidak pernah jalan sendiri. Konvoi istilah orang sekarang. Beriringan sepanjang jalan dengan alunan ganto/genta yang digantungkan di kerbau atau dibodi bawah pedati.
Bunyi Ganto sangat khas bagi masyarakat pinggir jalan buat penanda rombongan pedagang dengan pedati sedang lalu menuju pasar/balai. Kalau perjalanan sampai memakan waktu berhari hari pedati ini juga dilengkapi dengan lampu. Lentera orang namakan lampu gantung dipedati tersebut.
Padati (pedate) kendaraan yang lazim dipakai tempo dulu di Minangkabau sebagai alat pengangkutan. Kendaraan ini ditarik oleh seekor kerbau biasanya berjalan pada petang sampai malam hari atau waktu pagi sejak subuh. Sangat jarang pedate berjalan pada siang hari apalagi panas terik karena kerbau tidak tahan terhadap panas.
Pedati terbuat dari kayu dengan bentuk yang elegan dan dihiasi dengan ukiran yang rumit. Biasanya, pedati digunakan untuk mengangkut penumpang, barang, atau bahkan dalam acara-acara adat seperti pernikahan atau upacara lainnya.
Pada zaman sekarang, meskipun kendaraan modern telah menggantikan sebagian besar kebutuhan transportasi, pedati masih digunakan dalam acara-acara budaya dan pariwisata sebagai atraksi wisata.
bagian-bagian padati tidak melupakan arsitektur khas minangkabau. Seperti atapnya yang Bagonjong. Bahan penutupnya ijuk. Roda pedatinya jauh lebih besar daripada roda bendi. Padati-padati itu dihiasi dengan aksesori yang indah-indah, terutama di bagian depan tempat tukang pedati duduk dan tidur.
Pada kaki kerbau penarik pedati dipakaikan sepatu, bahannya biasanya yang empuk seperti karet bekas dengan pengikat yang dililitkan ke sekeliling kaki. Makanya si kaki kelihatan lebih besar.
Kemudian pada leher kerbau dikalungkan ganto yang terbuat dari kuningan sehingga dari kejauhan kita sudah bisa mendengar bunyi ganto (genta) ini yang berdentang-dentang seiring langkah sang kerbau. (Lathifah Risya Jannah/Mahasiswi Universitas Andalas Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Sastra Minangkabau)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih