Oleh : Sendy Sintia Rahmi/Jurusan : Sastra Minangkabau, Universitas Andalas
Surau di Minangkabau sebagai tempat ibadah atau lebih dikenal sebagai masjid, langgar dan mushola. Kehidupan surau sebagai tempat pendidikan anak-anak pada saat dahulu mendidik anak laki-laki di surau sebagai tempat bermalam, bermain, menggaji.
Secara ilmiah Surau adalah lambang kesakralan yang mencerminkan sikap religius, sopan santun serta kepatuhan generasi muda kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Bahkan bisa dikatakan, perkembangan anak-anak suku Minangkabau ditentukan dari banyaknya porsi waktu yang mereka habiskan sebagai bagian hidupnya sehari-hari di Surau.
Pada perkembanganya generasi muda Minang pada masa laluny, yaitu surau sebagai wadah proses lengkap bagi orang Minangkabau dahulunya, surau tak hanya digunakan untuk shalat dan belajar mengaji saja, tetapi juga berfungsi sebagai tempat belajar ilmu beladiri silat (silek) bagi anak nagari berbagai suku.
Bahkan dari surau banyak lahir generasi muda Minang yang sukses sebagai pemimpin bangsa. Surau sebagai lembaga pendidikan yang pernah terlaksana di Sumatera Barat, merupakan lembaga pendidikan sarana yang strategis bagi proses terjadinya transformasi nilai dan budaya pada komunitas sosial serta mengalami akulturasi dengan budaya lokal (adat). Namun dalam perjalananya peranan surau yang menjalankan fungsi adat dan fungsi agama, banyak sedikitnya telah mengalami pergeseran .
Dahulunya jika seorang anak lebih banyak berada di Lapau (warung) tanpa pernah mengaji di Surau, maka orang menyebut mereka parewa. Sebaliknya, jika waktu yang dihabiskan oleh seseorang lebih banyak di Surau, maka orang itu disebut (siak atau pakiah).
Karena itu, dari aspek mental keagamaan, bagi masyarakat tradisional Minang, terutama kaum pria nya, fungsi Surau jauh lebih penting dalam membentuk karakter mereka di kemudian hari. Bagi orang Minang masa lalu, peranan surau selain untuk memperoleh informasi keagamaan, juga dijadikan ajang bersosialisasi sesama anak nagari.
Bahkan sejak berumur 6 tahun, anak laki-laki di Minangkabau telah akrab dengan lingkungan Surau. Kemudian jika kita lihat struktur bangunan rumah tradisional Minangkabau yang dikenal dengan Rumah Gadang memang tidak menyediakan kamar bagi anak laki-lakinya di Minangkabau seperti terusir dari rumah induk dan hanya pada waktu siang hari mereka boleh bertempat di rumah guna membantu keperluan sehari-hari.
Sedangkan pada waktu malam, mereka harus menginap di Surau. Selain karena tidak disediakan tempat, mereka juga risih untuk berkumpul dengan urang sumando (suami dari kakak/adik perempuan) dan mendapat ejekan dari orang-orang karena masih tidur dengan ibu.
Dalam ucapan khas, lalok di bawah katiak mande. Di Surau mereka bukan hanya sekedar menginap atau tidur. Tapi banyak aktifitas penting yang mereka lakukan di Surau. Seperti belajar silat, adat istiadat, randai, indang menyalin tambo yang dilaksanakan berbarengan dengan aktifitas keagamaan seperti belajar tarekat, mengaji, shalat, salawat, barzanji dan lainnya.
Karakter pembentukan Islam tradisional sesungguhnya berangkat dari aktifitas seperti ini. Secara fakta, bisa dikatakan sangat besar fungsi dan peranan Surau bagi sebuah regenerasi masyarakat Minang, sesuatu yang sulit dicari tandingannya dalam kultur manapun di dunia ini.
Dalam perkembanganya, surau lebih terfokus pada pengajaran agama sedangkan peran sebagai lembaga pendidikan adat, budaya dan fungsi sebagai aktivitas masyarakat sudah tidak lagi dijalankan.
Hal ini disebabkan oleh factor internal dan eksternal, factor internal yaitu : komunikasi yang tidak efektif, manajemen pengelolaan surau tidak professional, minimnya tuanku yang memiliki kapasitas plus (memahami adat,budaya dan agama), proses pembelajaran yang kurang efektif, tidak adanya pengembangan pelajaran dan kitab yang digunakan, kurangnya fasilitas belajar mengajar. Faktor ekstrenal : politik dan pemerintah, perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, serta proses modrenisasi dan rasionalisasi dalam masyarakat yang tidak dibekali dengan kearifan lokal.
Pengembangan surau sebagai lembaga pendidikan islam tradisional dapat dilakukan dengan kerjasama yang komprehensif dan membangun komuikasi yang intensif antar pemerintah, pemuka adat, syekh, dan masyarakat, pengembangan kelembagaan, menetapkan mekanisme kepemimipinan kelembagaan surau, pengembangan manajemen organisasi, program-program surau. Menjadikan surau sebagai lembaga pendidikan yang berbasiskan masyarakat.
Kemudian adat budaya yang mengatur pada konsepsi alam takambang jadi guru yang melahirkan kebijaksanaan sehingga orang Minangkabau harus tau di nan-ampek ( kato mandaki,manurun,mandata,malereang ) konsep ideologis dengan norma-norma budaya dan praktis lewat lembaga semacam Surau.
Seiring dengan berkembangnya Islam, Surau menjadi aset yang digunakan untuk menyebarkan dan mengenalkan konsep-konsep dasar islam. Kedatangan Syekh Burhanuddin dengan mendirikan Surau di daerah Ulakan Pariaman menjadi titik awal dari terbentuknya karakter tradisional Islam hampir di seluruh wilayah penyebaran maupun pengaruhnya.
Hal itu disebabkan karena kemampuan Tarekat Syattariyah yang dibawa oleh Burhanuddin sangat mengakomodasi tradisi lokal. Bahkan kedekatan emosional masyarakat Minangkabau dengan Surau menjadi faktor kunci lestarinya pemahaman tradisional di Ranah Minang dan buah dari sebuah interaksi anatara dua kultur yang saling berdialog.
Sudut pandang kelompok modernis terhadap Surau tradisional sesungguhnya melepaskan ikatan-ikatan kultural ini yang telah terjalin demikian lama sehingga memunculkan bentuk-bentuk Islam tradisi yang mapan di wilayah Minangkabau.
Kini rasanya, sudah saatnya pula pengambil keputusan dengan pembuat peraturan daerah untuk duduk semeja lagi memikirkan bagaimana mengembalikan budaya atau kebiasaan orang Minangkabau menyiapakan generasinya dengan sistem Surau.
Caranya, bisa saja para ninik mamak dan cadiak pandai yang didukung oleh pemerintah daerah untuk mengembalikan sistem pendidikan generasi muda Minangkabau dengan roh dari Surau. Saya selaku kaum muda Minang berharap sebagaimana ada ungkapan budayawan Minang tentang Robohnya Surau Kami supaya bisa tegak kembali. (***)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih