Oleh : Husna Fadilla Handesya
Idul adha adalah hari raya dalam agama Islam. Hari di peringatinya peristiwa ketika Nabi Ibrahim bersedia mengorbankan anaknya Isma'il sebagai kepatuhan terhadap Allah. Sebelum Ibrahim mengorbankan anaknya, Allah telah menggantikan Ismail dengan seekor domba.
Untuk memperingati peristiwa ini, hewan ternak disembelih sebagai kurban setiap tahunnya. Hari raya Idul adha jatuh pada bulan Zulhijah atau 70 hari setelah Idul fitri. Pada hari raya Idul adha, seluruh umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melakukan salat Id bersama-sama di masjid atau tanah lapang.
Setelah shalat Id, penyembelihan hewan kurban dilaksanakan. Sepertiga daging hewan dikonsumsi oleh keluarga yang berkurban, sementara sisanya disedekahkan atau dibagikan kepada orang lain.
Terkadang hari raya Idul adha disebut pula sebagai Idul kurban atau Lebaran Haji. Di Sumatera Barat memiliki keunikan tersendiri dalam rangka merayakan hari raya idul adha, bermacam ragam tradisi yang dilakukan di Sumatera Barat. Berikut tradisi yang dilaksanakan masyarakat setempat :
1. Basirakaik
Basirakaik adalah tradisi kerja bersama atau gotong royong dalam suatu pekerjaan, seperti berkebun atau bercocok tanam. Bekerja secara berkelompok, dan dipimpin oleh seorang Ketua biasanya Tua Sumando. Dan anggotanya adalah para urang sumando (orang pendatang yang merupakan menantu Minang) sekampung itu.
2. Mendandani Hewan Kurban
Tradisi unik ini dilakukan oleh warga Silayang Tinggi, Nagari Lubuk basung, Kecamatan Lubuk basung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat mendandani seluruh hewan kurban sebelum disembelih. Sapi dan kambing itu di sisir, diberi bedak, pewangi, kain putih di perut, diberi makan yang enak dan lainnya.
Peralatan dandan beserta makanan itu dibawa dengan jamba atau tempat pembawa makan-makanan khas Minangkabau. Sapi dan kambing itu didandani oleh para peserta kurban agar hewan kurban tersebut menjadi bersih. Ini sebagai bentuk rasa ikhlas dan pengorbanan dari para peserta karena apa yang dikorbankan harus bersih.
3. Mambantai Hewan Kurban
Dalam bahasa orang Minangkabau, pelaksanaan menyembelih hewan kurban biasanya disebut dengan istilah "mambantai". Kegiatan mambantai hewan kurban biasanya dilaksanakan di halaman masjid atau musholla. Serta di kampung-kampung ada juga beberapa dilaksanakan di halaman Kantor Wali Nagari setempat.
4. Saghi masak
Setelah bapak-bapak selesai "mambantai" hewan kurban, setelah itu para ibu-ibu akan bersiap-siap untuk memasak daging kurban tersebut. Hari tersebut disebut sebagai hari "masak" atau disebut dengan "saghi masak".
Dalam seharian pada hari raya idul adha tersebut ibu-ibu memasak rendang. Sebagian ibu-ibu ada yang membagi tugas, ada yang mengukur kelapa, meremas santan. Santan yang diperas bisa berember-ember "katapang". Hari yang paling ditunggu, karena seluruh anggota keluarga akan ikut makan besar.
5. Memasak Gulai Bantai
Setelah hewan kurban disembelih, bagian bapak-bapak akan sibuk untuk memotong, mengiris, dan mencincang daging agar bisa dibagikan secara merata kepada warga setempat.
Agar bapak-bapak bisa tetap bersemangat dan fit dalam bekerja, ibu-ibu akan segera memasak dari sebagian daging yang disisihkan untuk dimakan bersama. Tradisi ini disebut Memasak Gulai Bantai. Memasak gulai bantai untuk makan bersama petugas kurban.
6. Manampuang
Di Kabupaten Agam, Sumatera Barat ada tradisi unik di setiap Perayaan Idul Adha, dimana pembagian daging kurban disini tidak mengunakan kupon, namun seluruh warga dibagi sama rata. Ratusan warga Perkampungan Jorong Sitingkai - Palupuah Kabupaten Agam berjejer rapi di pinggir jalan sambil membawa wadah seperti kantong plastik, ember, panci, daun pisang atau dengan tangan kosong.
Kebiasaan yang disebut warga dengan 'Tradisi Manampuang' ini telah dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun dari zaman dahulu. Jadi masyarakat tidak perlu antri mengambil daging kurban, namun petugas pembagi lah yang akan mendatangi warga. Warga sudah menunggu berbaris di depan rumah masing-masing.
7. Makan Basamo
Setiap suku yang ada di wilayah negara Indonesia tentunya memiliki adat, budaya maupun tradisi yang berbeda-beda, namun hal itu menunjukan 'ke-Bhineka Tunggal Ika' yang artinya meskipun berbeda-beda namun tetap satu jua. Seperti halnya momen hari raya Idul adha, masyarakat minang akan selalu menggelar tradisi makan bersama atau disebut dalam bahasa daerahnya (Minang) 'Makan Basamo'. Seluruh warga bisa dengan bebas ikut makan bersama dan mencicipi menu makanan yang disediakan oleh ibu-ibu tersebut.
8. Memasak Samba Surau Gulai Sinaruih
Usai penyembelihan hewan kurban di Masjid Aufu Bil Uqud, Kelurahan Koto Katik, Kecamatan Padang Panjang Timur, saat selepas Dzuhur, seiring pembagian daging kepada warga, panitia kurban akan memulai memasak Gulai Sinaruih, namun tidak menggunakan santan.
Masyarakat setempat kerap menyebutnya dengan Samba Surau. Gulai Sinaruih dari bahan daging kurban ini, dimasak dengan porsi yang lumayan besar. Menggunakan 12 kuali besar yang menampung kurang lebih 15 hingga 20 kg daging per kualinya. Proses memasaknya sangat tradisional, karena dimasak menggunakan kayu.
Uniknya, kokinya adalah kaum laki-laki. Sementara, kaum ibu hanya mempersiapkan bumbu-bumbu saja, serta membungkuskan nasi putih untuk dibawa ke masjid. Biasanya, mereka melebihkan bungkusan untuk yang bergoro di masjid.
Memasak Gulai Sinaruih, dari daging qurban yang dinamai Samba Surau ini sudah jadi tradisi sejak Masjid Aufu bil Uqud didirikan tahun 1927 silam. Tradisi ini sebagai wujud rasa syukur di Hari Raya Idul Adha dan kebersamaan antara masyarakat di Kelurahan Koto Katik. Itulah sebagian tradisi unik yang ada di Sumatera Barat saat perayaan Hari Raya Idul adha. (Mahasiswa Unand, Padang)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih