Catatan : Muhamad Arif Al Musri
Penulis adalah Mahasiswa Universitas Andalas Padang |
SIJUNJUNG adalah salah satu daerah di Sumatra Barat, Indonesia. Muaro Sijunjung adalah ibu kota kabupaten ini. Sebelum tahun 2004, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung adalah kabupaten terluas ketiga di Sumatra Barat.
Namun, kabupaten ini menjadi kabupaten tersempit kedua di Sumatra Barat sejak dimekarkan (menghasilkan kabupaten Dharmasraya).
Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Kuantan Singingi, Riau, di timur; Tanah Datar dan Sawahlunto di barat dan Solok dan Dharmasraya di selatan.
Nagari sijunjung ini menurut narasumber sekaligus penghulu yang saya temui disana bernama Imam Malin sutan dan Paduko Rajo, nagari sijunjung ini memiliki asal usul tersendiri yang dicetuskan oleh syekh musin yang memiliki gelar Imam Malin Sutan.
Gelar tersebut diturunkan kepada seorang penghulu yang menjadi narasumber ketika disana, syekh musin adalah orang yang mencetuskan menyebarkan agama islam di nagari tersebut.
Menurut cerita Paduko Rajo, syeikh Musin selalu bepergian ke nagari sijunjung dan tidak menetap dari asal beliau yaitu daerah solok, yang selalu bepergian ke nagari sijunjung.
Karena beliau sering bepergian ke nagari sijunjung akhirnya beliau menetap dan membawa sanak dan kemenakan ke nagari sijunjung. Dan akhirnya beliau yang memberi nama nagari ini nagari sijunjung.
Oleh karena itu kenapa ada sanak saudara orang sijunjung di supayang, solok. Syekh Musin meninggal dunia pada tahun sekitar 997 masehi dan beliau meninggal di supayang, solok .
Tradisi bakua adalah tardisi adat yang dilaksanakan setiap tahun oleh rakyat nagari sijunjuang setelah musim panen padi yang dilaksanakan dengan baarak-arak (beriring-iringan) yang dimulai dari tugu perkampungan adat hingga tabek (kolam).
Di setiap jorongnya (10 jorong) ada bunyi-bunyian talempong dan menggunakan payung-payung besar.
Sejarah awal tradisi ini bermula dari datangnya sebuah mimpi kepada seorang syekh di pudak yang ketika itu nagari sijunjung sedang mengalami musibah atau bala.
Semua ternak yang ada disana mati, padi hangus dan banyak Masyarakat meninggal dunia karena peristiwa tersebut. Kejadian ini terjadi sekitar akhir 1700 atau awal 1800 masehi perkiraannya.
Ketika waktu itu yang menjadi pemimpin atau khalifah di nagari sijunjung adalah syekh di pudak yang bernama Syekh Amiruddin.
Jadi menurut Riwayat atau cerita bahwa syekh amiruddin ini mendapat ilham melalui mimpi dari Syekh musin, karena keadaan nagari sijunjung yang mengalami bencana yang parah, maka cobalah lakukanlah nazar dengan cara mengadakan bakaua.
Yang isi perintahnya bakuan ini dilakukan dengan cara mengumpulkan semua ninik mamak nagari sijunjung cucu dan kemenakan, lalu menyembelih satu kerbau.
Dengan adanya mimpi tersebut semua ninik mamak melakukan mufakat dan menghasilkan kesepakatan untuk melakukan nazar tersebut yaitu bakaua.
Dari awalnya tradisi tersebut dilakukan hingga sekarang tidak ada yang berubah seperti menyembelih kerbau seekor sampai sekarang juga seperti itu.
Untuk kerbaunya sendiri diambil dari sumbangan-sumbangan anak cucu memenakan, dan untuk istilah sumbangan itu sendiri disebut manyumbang sajonjang surang.
Jadi untuk kisaran sumbangannya sendiri adalah Rp50.000. yang berarti janjang pada rumah jika minsalkan ada tiga keluarga yang ada dirumah tersebut tetapi menyumbang tetap hanya hitungannya satu atau Rp50.000
Sedangkan untuk daging kerbau pada zaman dahulu orang dulu membawa pulang dagingnya seperti tusuk sate karena perkembangan zaman sekarang sudah dibawa dengan kantong plastic.
Dan untuk dagingnya sendiri daging tersebut lebih terasa manis dibandingkan daging-daging yang didapat diluar tradisi adat bakaua tersebut.
Tradisi adat ini tidak pernah ditinggalkan sekali pun sejak awal dilaksanakan, contoh ketika zaman covid-19 sedang merajalela namun tradisi ini tetap terus dilaksanakan.
Jika tredisi ini tidak dilakukan setelah musim panen padi usai oleh ninik mamak maka anak cucu kemenakan akan menuntut untuk melaksanankan tradisi tersebut.
Menurut saya tradisi adat “bakaua” ini memang benar-benar tradisi adat yang sangat sakral, karena di hari acara ini dilakukan cuaca saat itu sangat Terik dan panas namun keesokan harinya setelah dilaksanakan tradisi tersebut cuaca mendung dan akhirnya hujan lebat. Entah itu kebetulan atau tidak tetapi dilapangan itu yang saya rasakan dari tradisi adat “bakaua” ini.
(**/)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih