Oleh : NADIA EF/Mahasiswi Universitas Andalas
Gambar ilustrasi by google image |
KESENIAN Indang Pariaman yang berasal dari Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, merupakan bagian dari kekayaan budaya yang mengandung nilai-nilai Islam.
Seiring dengan perubahan zaman, kesenian ini tidak hanya berkembang dalam ruang lingkup surau atau tempat ibadah, tetapi juga merambah ke berbagai tempat terbuka seperti rumah-rumah penduduk, panggung pertunjukan, bahkan dalam acara laga-laga.
Transformasi ini tak hanya terlihat dari aspek pertunjukan, tetapi juga dari struktur teks, cara penyajian, dan sistem pengelolaannya.
Di antara ragam bentuk kesenian Indang, darak tereang ka tereang menjadi salah satu unsur yang menarik untuk dikembangkan.
Pada dasarnya, kesenian Indang memiliki struktur permainan yang terdiri dari darak panjang, darak pendek, imbauan lagu, dan nyanyian.
Setiap darak memiliki pola-pola yang berbeda, seperti darak tujuah, darak kupak kapiak, dan darak tereang ka tereang.
Pola awal pada darak tereang ka tereang memiliki siklus yang lebih panjang dibandingkan dengan pola darak lainnya, yang menjadikannya menarik untuk dikembangkan dalam komposisi musik karawitan modern.
Proyek komposisi musik “Dagam” menjadi salah satu hasil inovasi yang mengangkat unsur tradisional Indang, terutama dari segi ritme dan pola permainan darak.
Karya “Dagam” yang digarap oleh Ariyan Bur dan kawan-kawan berangkat dari pengamatan terhadap darak tereang ka tereang, di mana pola ritme yang lebih panjang memberikan potensi untuk pengembangan.
Pengkarya menemukan berbagai motif ritme yang bisa dikembangkan lebih lanjut untuk menciptakan karya musik yang lebih kompleks dan inovatif.
Penggunaan metode pendekatan tradisi dalam penggarapan karya ini bertujuan untuk mempertahankan elemen-elemen tradisional kesenian Indang sambil menyajikan kebaruan dalam bentuk musik karawitan.
Salah satu elemen penting dalam pertunjukan Indang adalah penggunaan rapa’i, alat musik perkusi yang menjadi karakteristik utama dalam kesenian ini. Rapa’i berfungsi sebagai penghubung antara pola ritme dan melodi dalam pertunjukan.
Selain rapa’i, instrumen tambahan seperti Pano, Rabano Lasi, dan Tambua juga digunakan untuk memperkaya warna bunyi, memperkuat aksentuasi ritme, dan menjaga tempo agar tetap konsisten sepanjang pertunjukan.
Pengkarya juga memanfaatkan teknik-teknik seperti call and response, hocketing, dan polimetri untuk memperkaya dinamika dan komposisi musik yang dihasilkan.
Proyek “Dagam” tidak hanya mengangkat unsur ritme dari darak tereang ka tereang, tetapi juga menambahkan unsur vokal dengan nada-nada quard yang menggunakan modus minor harmoni.
Modus minor ini memiliki kedalaman emosional yang sesuai dengan karakteristik musik Pariaman. Selain itu, vokal dengan nada disharmoni juga diperkenalkan untuk menggambarkan konflik atau ketegangan yang sering hadir dalam kesenian Indang, terutama saat anak-anak Indang menyanyikan syair dengan irama yang lebih bebas.
Penyajian karya ini dilakukan secara langsung, dengan menghadirkan interaksi antara instrumen dan vokal dalam bentuk pertunjukan.
Pengkarya berfokus pada pengembangan pola ritme yang ada, baik dalam permainan rapa’i maupun melodi, untuk menciptakan harmoni yang utuh antara berbagai elemen musik.
Pola ritme yang berkembang dari darak tereang ka tereang menjadi benang merah dalam komposisi ini, yang juga mencerminkan evolusi kesenian Indang dari sebuah pertunjukan agama menjadi seni pertunjukan rakyat yang dapat dinikmati oleh berbagai kalangan.
Salah satu aspek penting yang diangkat dalam komposisi ini adalah bagaimana kesenian Indang dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan akar tradisionalnya.
Lagu-lagu dalam pertunjukan Indang kini tidak hanya berfokus pada tema agama, tetapi juga mencakup tema-tema duniawi yang lebih luas, seperti lagu-lagu pop Melayu, Minang, dan dangdut.
Hal ini menunjukkan bahwa kesenian Indang mampu berkembang seiring waktu, mengambil elemen-elemen baru yang relevan, namun tetap mempertahankan nilai-nilai budaya dan estetikanya.
Pengkarya berharap, dengan mengangkat dan mengembangkan darak tereang ka tereang dalam komposisi “Dagam”, kesenian Indang Pariaman dapat terus berkembang dan dikenal luas.
Selain itu, karya ini juga berupaya untuk memperkenalkan kepada generasi muda pentingnya melestarikan seni tradisi melalui pendekatan yang lebih modern tanpa mengorbankan nilai-nilai budaya asli.
Dalam hal ini, “Dagam” bukan hanya sekadar sebuah karya musik, tetapi juga merupakan bentuk penghargaan terhadap kekayaan budaya Minangkabau yang terus hidup dan beradaptasi dengan zaman.
Dengan demikian, komposisi musik “Dagam” bukan hanya sebagai inovasi dalam kesenian Indang, tetapi juga sebagai contoh bagaimana tradisi dapat bertransformasi menjadi karya seni yang relevan dan hidup di tengah perkembangan zaman.
Seiring dengan keberhasilan pertunjukan ini, diharapkan akan ada lebih banyak karya-karya serupa yang terus menggali dan memperkaya tradisi musik Nusantara dengan pendekatan yang lebih segar dan inovatif. (***/)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih