Oleh : Sabarnuddin/Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Padang.
Penulis |
Sejak era kolonial yang berlangsung di Indonesia, budaya korupsi telah merebak dari jabatan terendah hingga jabatan tinggi sekalipun dalam suatu lembaga. Hal ini yang menjadi satu langkah kehancuran bagi ekosistem masyarakat yang menjadi imbas dalam tatanan yang buruk.
Agitasi yang didapatkan oleh masyarakat oleh karena keadaan perang membuat penjajah merasa punya kuasa berbuat apa saja hingga melakukan tindakan amoral sekalipun demi melampiaskan nafsunya.
Kelompok pribumi yang termarginalkan salah satu yang merasakan kepahitan bahkan hidup dalam ketakutan dan tak tentu arah. Lalu keadaan ini diperparah dengan tindakan korupsi besar-besaran yang pada masa penjajahan belanda dikenal sekelompok pedagang besar yang memonopoli perdagangan dengan sebutan VOC, di dalamnya terjadi korupsi besar-besaran.
Budaya korupsi bukan hal yang sulit dalam konsep mewujudkan good goverment namun perlu langkah yang terstruktur dan masif dalam konsentrasi menghabisi hingga ke akarnya.
Baru- baru ini pernyataan Presiden Prabowo Subianto memantik perhatian publik pasalnya, ia mengatakan akan memberikan pengampunan pada koruptor dengan syarat mengembalikan semua uang negara yang dicuri.
Lalu statemen ini memancing reaksi publik yang beragam, para ketum parpol koalisi ada yang ikut mendukung namun tak sedikit pula masyarakat yang skeptis pada upaya Presiden memberantas korupsi.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan agung (Kejagung) Harli Siregar, ia menegaskan bahwa mekanisme denda damai tidak berlaku pada kasus tindak pidana korupsi.
Kasus tipikor memiliki kerangka hukum tersendiri melalui Undang-Undang Tipikor dan tidak masuk kategori tindak pidana ekonomi yang dapat diselesaikan dengan denda damai.
Jika dilihat mekanisme denda damai hanya berlaku pada tindak pidana ekonomi seperti yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1955 tentang tindak Pidana Ekonomi.
Lalu kemudian diadopsi dalam Undang-Undang Kejaksaan Nomor 11 Tahun 2021 untuk tindak pidana ekonomi terbatas seperti kepabeanan, cukai, dan perpajakan.
Respon masyarakat yang beragam pada statemen Presiden mengindikasikan adanya kedewasaan publik pada hal- hal yang akan menjadi kebijakan pemerintah, satu sisi pemerintah menginginkan adanya inovasi dalam pemberantasan korupsi namun sisi lain upaya tersebut seolah melukai hati masyarakat.
Bagaimana mungkin koruptor yang telah mencuri uang negara lalu dengan mengembalikan akan mendapatkan pengampunan dari Presiden. Jika berbicara perkara Undang- Undang yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk memberikan amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.
Realitanya apakah dengan tidak memberikan vonis hukuman yang berat akan membuat pejabat jera untuk korupsi? Atau logikanya dibalik apakah dengan hukuman yang berat bahkan hingga hukuman mati seperti yang dilakukan beberapa negara maju akan menimbulkan efek jera? Jawabannya tentu berada pada pemangku kebijakan dalam hal ini Presiden dan DPR yang berwenang membuat Undang- Undang.
Tindak Pidana korupsi dalam prakteknya menyangkut pada ekosistem yang berjalan, bahwa dalam keadaan tertentu para pejabat diharuskan atau dipaksakan untuk melakukannya.
Sebagai analogi dalam sebuah proyek yang direncanakan diatur sebuah lelang, berbagai vendor mengikuti lelang lalu karena kebingungan dalam memilih akhirnya siapa yang memberikan uang muka/ uang pelicin dialah yang akan menang tender.
Atau dalam sebuah keputusan rapat dalam memilih kandidat tertentu calon pimpinan lembaga negara, semua anggota yang memilih telah diberikan uang muka untuk memilihnya namun ada satu atau dua orang yang tidak mau menerima uang tersebut maka difitnah dengan berbagai kasus terdahulu atau sengaja dibuat untuk menjatuhkan orang tidak mau terlibat.
Analogi ini hanya implikasi dari tatanan yang berjalan saat ini, maka tidak mengherankan saling menjatuhkan saling memfitnah itu terjadi karena budaya yang mengakar dan tidak mungkin hilang begitu saja.
Upaya Pemberantasan yang Mengamankan Diri Sendiri.
Dalam upaya Presiden memberikan kepastian akan pentingnya mengamankan kebocoran uang negara yang diambil oleh para oknum pejabat yang rakus perlu diapresiasi.
Upaya signifikan dan berdampak dalam benak penulis ialah mewujudkan terobosan digital dalam seluruh aspek keuangan negara. Hari ini kita telah memahami betapa teknologi sangat membantu utamanya dalam hal-hal teknis, maka upaya digitalisasi sangat penting dan bersifat mendesak sebagai langkah transparansi yang juga dapat diakses publik.
Semua informasi terkait dengan keuangan negara harus dilaporkan kepada rakyat itu konsep yang perlu dipahami oleh seluruh elemen pemerintah. Bahwa yang memberikan mandat untuk mengelola keuangan negara ialah rakyat maka seluruh pertanggungjawaban harus diperlihatkan kepada rakyat dan harus diberikan alasan yang jelas kendala apa yang menjadi problematika.
Jika konsep yang ada dijalankan maka pemerintah tidak merasa berkuasa atau mengamankan diri sendiri, sebab suatu saat bila ia hendak melanggar janji nya dalam tujuan memperkaya diri sendiri maka sistem akan langsung memboikot atau memberi lampu merah bahwa telah terjadi kebocoran keuangan negara.
lalu langkah hukum yang mengamankan diri sendiri apakah sesuai Undang-Undang? Dalam konteks sekarang, koalisi yang besar yakni Presiden dan DPR kompak membuat Undang-Undang yang memperkuat dirinya bukan hal mustahil mengaplikasikan pengamanan diri pada tindakan yang rakyat seolah tidak tahu.
Evaluasi Aparat Penegak Hukum
Tindakan yang barangkali terlewat dalam upaya penegakan hukum, yakni mengevaluasi seperti apa Aparat penegak Hukum hari ini. Realita banyak kasus yang mandek, apakah ada tekanan atau ada hal yang tidak bisa diselesaikan sendiri.
Tentu ini menjadi perhatian pemerintah, apa yang menjadi kendala lembaga yang menangani kasus korupsi. Pemulihan pada keadaan yang terpuruk untuk menyegarkan kondisi terlanjur chaos.
Hari ini lembaga yang menangani kasus korupsi seperti KPK, Kejaksaan, dan Polri tengah kerja lembur demi mewujudkan ekspektasi rakyat pada pemberantasan korupsi.
Hal yang sering dilupakan ialah internal lembaga juga penting untuk disorot, apakah ada hal yang memperlambat atau eksternal ada yang mencoba ikut campur dalam upaya penegakan hukum.
Pemerintah dalam ini yang berwenang membuka secara utuh keadaan internal demi memastikan bahwa tidak terjadi hal-hal yang membuat lembaga negara merasa diatur atau ditekan lembaga lain.
Menjawab Tantangan Zaman Era Digitalisasi
Perkembangan zaman seolah memberikan lampu kuning, bahwa tindak tanduk pemerintah harus semakin transparan, sebab publik telah memiliki peralatan yang mampu membuka keseluruhan hal yang selama ini seolah tidak disembunyikan.
Perkara perkembangan kasus yang ditutupi akan sangat mudah dilacak oleh publik dengan kekuatan media hari ini. maka perlu menjawab tantangan zaman bahwa pemerintah bekerja pada garis yang diamanatkan Undang-Undang.
Pemakaian teknologi dalam efisiensi dan transparansi publik sangat berguna bagi pemerintah, artinya pemerintah memiliki inovasi yang mampu meminimalisir kebocoran dan penggunaan anggaran yang tidak tepat.
Upaya penindakan disiplin dan tindakan ego struktural yang selama ini terjadi juga harus menjadi perhatian pemerintah utamanya Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yang bertanggung jawab akan hal ini. konflik internal atau antar lembaga negara yang seolah memperlambat perkembangan kasus atau memicu adanya saling melempar tanggung jawab dalam upaya menjatuhkan lembaga lain.
Hal yang tidak kalah pentingnya ialah pengamanan sisi digital. Inovasi dalam digital perlu pengamanan yang ekstra sebab dalam upaya melihat kemajuan negara lain tidak jarang negara dengan teknologi yang canggih mampu mengubah dan mematikan sistem yang berimplikasi pada terkendalanya pelayanan publik. (**/)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih