Oleh : Sasmita Zulianti/Sastra Minangkabau Universitas Andalas Padang.
![]() |
Foto by google image |
Artikel ini membahas tradisi unik masyarakat Nagari Aie Tajun Lubuak Aluang di Kabupaten Padang Pariaman, khususnya pada bulan Sambareh.
Bulan Sambareh merupakan bagian dari sistem penanggalan tradisional masyarakat setempat dan dikenal sebagai bulan kanak-kanak.
Pada bulan ini, masyarakat membuat dan menyedekahkan sambareh (serabi) sebagai bentuk penghormatan terhadap arwah anak-anak yang telah meninggal.
Proses pembuatan sambareh melibatkan bahan utama seperti tepung beras, santan kelapa, dan tapai, yang kemudian dimasak dengan teknik khusus.
Tradisi ini memiliki makna spiritual yang mendalam, di mana masyarakat percaya bahwa arwah anak-anak akan merasa bahagia jika diberikan sedekah sumbareh.
Selain itu, bulan Sambareh juga menjadi ajang mempererat kebersamaan dan menjaga warisan budaya yang telah berlangsung secara turun-temurun.
Di Kabupaten Padang Pariaman, khusunya di nagari aie tajun disana masyarakatnya mempunyai tradisi yang unik dan wajib kita lestarikan.
Pada penamaan bulanpun mereka punya nama sendiri seperi bulan Tabuik, bulan sapa, bulan muluik , bulan adiak muluik, bulan cicik muluik, bulan carai , bulan sambareh , bulan lamang, bulan puaso, bulan rayo, bulan adiak rayo , dan bulan rayo haji.
Dimana setiap bulan masyarakat mempunyai tradisi khusus seperti bulan tabuik bulan dimana ada perayaan tabuik di pariaman dan sudah menjadi tradisi tahunan yang harus dilakukan masyarakat.
Namun pada kali ini kita akan membahas tentang bulan sambareh atau serabi dalam bahasa indonesianya.
Untuk proses pembuatanya bisa dibilang sangat mudah tapi juga tergantung keberuntungan pembuatnya juga.
Kenapa bisa dibilang seperti itu karena jika taktik pengolahanya salah makan hasilnya tidak akan sesuai dengan yang kita harapkan.
Pada proses pembuatan sambareh ada beberapa alat dan bahan yang dibutuhkan seperti tepung beras, santan kelapa, tapai lalu ketiga bahan ini diaduk hingga mengembang dan ditambahkan air panas secukupnya lalu diamkan selama 1-2 jam.
Setelah adonan sambareh sudah mengembang baru bisa dimasak dikuali khusus sambareh yang kecilatau bisa juga menggunakan kuali khusus cetakan sumbareh dan dimasak dengan api kecil lalu ditutup, kira- kira sekira 4-6 menit matangnya untuk satu buah sumbareh.
Untuk menikmati sambareh ini dicampuri dengan kuah coklatnya atau yang disebut saka sambarehnya.
Saka sambareh dibuat dari saka atau gula aren dicampur dengan santan dan dimasak hingga matang dan dikasih garam supaya rasanya manis dan gurih.
Pada bulan ini masyarakat umumnya membuat sambareh dan menyedekahkannya, uniknya bulan ini disebut juga bulan kanak-kanak, karna pada dasarnya sumbareh yang dibuat dan disedekahkan kepada kanak-kanak sebagai acuan memberikan makanan kepada arwah kanak-kanak yang telah meninggal.
Kenapa disebut demikian sama halnya dengan bulang lamang yang dibuat untuk sedekah arwah khusus untuk yang tua dan sumbareh untuk arwah kanak – kanak.
Banyak masyarakat mengatakan bahwa pada awal bulan ini arwah kanak-kanak mulai menampuangkan tangan atau menampungkan tangan untuk meminta jatah sedekah sumbareh yang disedakahkan oleh orang tua sikanak- kanak tersebut.
Jika orang tua atau keluarga sikanak-kanak tersebut tidak memberikan sedekah sambareh maka arwah kanak-kanak itu akan sedih karna tidak di ingat dan dipedulikan oleh orang tuanya.
Bulan sambareh di Nagari Aie Tajun Lubuak Aluang, Padang Pariaman, adalah tradisi yang penuh makna, baik secara spiritual maupun sosial.
Membuat dan membagikan sumbareh bukan sekadar memasak, tetapi juga bentuk kepedulian terhadap arwah anak-anak yang telah meninggal.
Selain itu, kebiasaan ini mempererat hubungan antar warga, karena mereka saling berbagi dan mengingatkan satu sama lain akan pentingnya menghormati leluhur.
Sayangnya, tradisi seperti ini mulai jarang dilakukan. Jika tidak dijaga, bisa saja suatu hari nanti bulan sambareh hanya tinggal cerita.
Padahal, warisan seperti ini adalah bagian dari identitas yang membuat masyarakat lebih dekat dengan akar budayanya.
Sebagai bagian dari kekayaan budaya Minangkabau, tradisi bulan sambareh harus tetap dijaga dan dilestarikan.
Salah satu cara untuk mempertahankannya adalah dengan terus mengajarkan nilai-nilai dan makna di balik tradisi ini kepada generasi muda.
Masyarakat dapat mengadakan kegiatan edukasi, festival budaya, atau dokumentasi agar warisan ini tetap dikenal dan dihargai.
Mari kita bersama-sama menjaga dan melestarikan tradisi bulan sambareh agar tetap hidup dan diwariskan kepada generasi mendatang.
Dengan menjaga tradisi ini, kita tidak hanya mempertahankan budaya, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan spiritual dalam masyarakat.
Supaya tradisi bulan sambareh tetap hidup, generasi muda perlu ikut terlibat. Jangan sampai kebiasaan yang sudah dilakukan turun-temurun ini hilang begitu saja.
Cara paling sederhana untuk menjaga tradisi adalah dengan ikut serta, belajar cara membuat sambareh, dan memahami makna di baliknya.
Kalau bukan kita yang melestarikan, siapa lagi ? Mari terus jaga budaya ini agar tetap diwariskan kepada anak-cucu nanti.
Tradisi bukan sekadar ritual, tapi juga cara untuk tetap terhubung dengan sejarah dan nilai-nilai kebersamaan. (***/)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih