![]() |
2x11 KAYUTANAM,--Banyak makna dan nilai kehidupan dapat diambil dari kisah tragis yang menimpa Nia Kurnia Sari sebagaimana tertulis dalam buku “Nia Kurnia Sari (27 Februari 2006 – 6 September 2024) Remaja Penjual Goreng yang Menggemparkan Dunia” yang ditulis Armaidi Tanjung.
Peristiwa tragis menimpa Nia Kurnia Sari yang terjadi 6 September 2024 lalu mendapat perhatian luar biasa dari masyarakat.
Demikian terungkap pada peluncuran dan diskusi buku “Nia Kurnia Sari (27 Februari 2006 – 6 September 2024) Remaja Penjual Goreng yang Menggemparkan Dunia”, Selasa (11/2/2025) di Kantor Walinagari Guguak Kecamatan 2 x 11 Kayutanam Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat.
Peluncuran buku ditandai dengan penyerahan buku Nia oleh penulisnya Armaidi Tanjung kepada ibu kandung Nia (alm) Eli Marlina dan Walinagari Guguak Ahmad Yuni Kamil.
Sedangkan diskusi buku menampilkan pembicara Ketua Baznas Padang Pariaman Dr. H. Rahmat Tuanku Sulaiman, S.Sos., MM dan Pemred Sigi24/Dewan Penasehat PWI Padang Pariaman Ahmad Damanhuri, SH Tuanku Mudo.
Walinagari Guguak Ahmad Yuni Kamil menyebutkan, peluncuran buku ini bisa mengingatkan kembali peristiwa yang pernah menggemparkan Nagari Guguak. Jika ada kekeliruan dan kesalahan dari peristiwa itu, mari kita perbaiki, kesalahan dan kejadian itu hendaknya jangan terulang lagi di Nagari Guguak.
“Buku yang mengisahkan sosok Nia, dapat menjadi inspirasi bagi remaja dan masyarakat kita. Semoga buku yang mengisahkan suka duka kehidupan Nia, remaja di Nagari Guguak ini bermanfaat,” kata Ahmad Yuni.
Rahmat Tuanku Sulaiman sebagai pembicara pertama menyoroti peristiwa tragis yang menimpa Nia ternyata juga banyak membawa keuntungan bagi orang lain, termasuk keluarganya sendiri.
Orang lain mendapatkan keberkahan dari peristiwa Nia yang dinilai sadis, tidak berperikemanusiaan. Tapi kita harus yakin, pasti ada hikmah dari peristiwa tersebut diberikan oleh Allah Swt.
“Semuanya milik Allah, pada waktunya, juga akan kembali kepada Allah. Karena itu, jangan terlalu berlebihan dalam menyikapinya” kata Rahmat Tuanku Sulaiaman yang juga alumni Pondok Pesantren Nurul Yaqin Ringan-Ringan, Pakandangan, Kabupaten Padang Pariaman.
Ahmad Damanhuri menambahkan, apa yang dilakukan Armaidi Tanjung dari peristiwa Nia dengan menulisnya menjadi buku merupakan kegiatan yang patut diapresiasi.
Karena dengan menulis dan dibukukan kisah Nia, maka Armaidi Tanjung sudah mengabadikannya. Baik keluarga Nia maupun Pemerintahan Nagari Guguak, sudah dicatat dan ditulis dalam buku ini.
“Buku ini mampu menjawab sejumlah informasi yang berkembang sebelumnya menyudutkan Pemerintahan Kabupaten Padang Pariaman hingga Pemerintahan Nagari Guguak. Saya salut kepada Walinagari Nagari Guguak, berbagai informasi yang menyudutkannya dalam peristiwa Nia ini, tak satupun dibalasnya, diam saja. Beruntung, dalam buku ini dijelaskan tuntas oleh penulisnya,” kata Ahmad Damanhuri.
![]() |
Penulis buku Armaidi Tanjung menyebutkan, buku ini mencoba menggambarkan sosok Nia Kurnia Sari dari narasumber yang bersentuhan langsung dengannya. Baik itu keluarga sendiri, kerabat, tetangga, teman, guru di sekolah, masyarakat Nagari Guguak, pihak lain yang terkait, termasuk komentar lain yang pernah muncul di media.
“Diakui, secara langsung tidak pernah bertemu dengan tokoh buku ini, karena sudah wafat. Kecuali berziarah ke makamnya,” kata Armaidi, penulis puluhan buku ini.
“Lebih sebulan setelah peristiwa tragis itu terjadi, baru ada keinginan menulisnya melihat begitu besarnya perhatian publik. Pertama kali berkunjung ke rumah Nia, bertemu ibunya Eli Marlina dan keluarganya, pada 27 Oktober 2024. Lebih kurang tiga bulan melakukan observasi, wawancara, pengumpulan bahan-bahan, pada Januari 2025 buku ini diterbitkan,” kata Armaidi Tanjung yang juga Sekretaris DPD SatuPena Provinsi Sumatera Barat.
Dikatakan Armaidi Tanjung, dirinya ibarat koki di restoran atau rumah makan. Saat akan memasak gulai, pergi ke pasar membeli kebutuhan seperti cabe, sayuran, ikan, bawang merah, bawang putih, garam, ikan, daging, dan lain-lain. Sampai di rumah (dapur), semua bahan-bahan itu dicampur dengan takaran tertentu, dimasak, matang, kemudian dihidangkan kepada pelanggan yang ingin mencicipi masakan tersebut.
“Buku ini juga dihimpun dari berbagai narasumber melalui wawancara, tentu masing-masing pembaca akan memberikan interpretensi masing-masing. Sehingga pembaca boleh jadi berbeda interpretensinya antara satu dengan yang lain,” kata Armaidi Tanjung. (R/*)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih