Oleh : Miza Fitria/ Mahasiswa Universitas Andalas
![]() |
Fhoto cuplikan film by : youtube |
Salah satu cerita inspiratif dari sebuah film yang menjadi pemenang penghargaan festival film pendek internasional kairo.
Dalam film ini menggambarkan bagaimana kebaikan dapat dibalas dengan ketulusan hati, seperti cerita dalam film pendek yang berdurasikan 4:35 menit tersebut.
Di suatu hari, seorang anak laki-laki berumur sekitar 10 tahun mengalami kesusahan saat berjalan karena sendalnya putus.
Di tempat yang sama, ada seorang anak laki-laki lain,bisa jadi seumuran dia juga sedang sibuk melap-lap sepatu hitam mengkilatnya.
Ia duduk dipinggir jalan bersama orang tuanya menunggu kereta api. Sedangkan anak laki-laki yang sendalnya putus itu memandang dari jauh dengan perasaan yang penuh perhatian.
Saat kereta api sudah tiba, anak yang melap sepatu tersebut masih sibuk dengan sepatunya tersebut, sehingga ayahnya menarik dia untuk naik ke dalam kereta api.
Di tengah kondisi berdesakkan saat masuk ke dalam kereta, sepatu hitam mengkilat anak tersebut tercecer sebelah.
Tanpa disangka, anak laki-laki yang sendalnya putus berlari mengejar kereta yang mulai melaju dengan meninggalkan sepatu tersebut.
Meskipun telah berusaha dengan keras, anak tersebut tidak berhasil mengejar kereta. Namun, ia mencoba melemparkan sepatu itu agar bisa kembali kepada pemiliknya.
Sayangnya, sepatu itu jatuh lagi dan tidak bisa disambut. Lalu, dengan ketulusan hati, anak laki-laki di dalam kereta melemparkan sepatu kesayangannya yang sebelah lagi kepada anak laki-laki yang sendalnya putus.
Mungkin dia berfikir jika sepatunya di kasih akan ada manfaat nya, dari pada membawa sepatu tersebut pulang. Ketika dia memberikan sepatu tersebut dengan keikhlasan pasti akan ada ganti yang lebih baik dari allah.
Cerita dalam film pendek ini sangat cocok dengan kebiasaan masyarakat Minangkabau yang suka tolong-menolong dan berbagi.
Masyarakat Minangkabau memiliki prinsip dasar "barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang", yang berarti setiap beban harus ditanggung bersama, sementara hal-hal ringan bisa dibantu bersama.
Ini bukan hanya berlaku di dalam komunitas orang Minang, tetapi juga ketika mereka berinteraksi dengan masyarakat lain.
Dalam film, ketika anak yang sendalnya putus berusaha mengembalikan sepatu pemiliknya meskipun ia sendiri dalam kesulitan, ini menunjukkan sikap empati dan kepedulian yang juga menjadi ciri khas masyarakat Minang.
Dalam masyarakat Minangkabau, gotong royong dan saling membantu adalah bagian penting dari kehidupan sehari-hari.
Orang Minang punya kebiasaan membantu sesama, baik orang dari suku mereka sendiri maupun orang lain.
Contohnya, jika ada tetangga atau teman yang sedang mengalami kesulitan, mereka akan turun tangan tanpa perlu diminta, seperti membantu saat ada musibah, memberi sedekah, atau sekadar berbagi makanan.
Cerita Ini mirip dengan kehidupan orang Minang diperantauan. Mereka percaya bahwa berbagi rezeki dan membantu orang lain bukanlah sesuatu yang membuat mereka rugi, tetapi justru akan membawa keberkahan.
Contohnya bisa dilihat dalam kebiasaan orang Minang di perantauan mereka sering membentuk komunitas untuk saling membantu, baik dalam urusan pekerjaan, ekonomi, maupun pendidikan.
Jika ada orang Minang yang baru merantau ke kota lain, biasanya orang-orang yang lebih dulu ada di sana akan membantu agar mereka bisa hidup dengan baik.
Ikatan perantau minang ini sangat memiliki hubungan yang kuat apalagi dalam hal berbagi. Jika ada bencana alam di ranah minang, berbagai macam bantuan dikirimkan dari perantauan.
Orang Minangkabau yang memiliki tradisi makan bajamba ,yang mana makanan disajikan disuatu rungan lalu duduk dengan sama rendah dan makan secara bersama-sama. Dikaitkan dengan film pendek tersebut.
Tradisi makan bajamba ini juga mengandung nilai budaya bagaimana pentingnya kebersamaan, gotong royong dalam mempersiapkan makanannya, dan dari tradisi ini kita bisa melihat bahwa masyarakat diminangkabau sangat mengkedepankan rasa rendah hati.
Walaupun dia seorang penghulu pun dalam kaum nya, ketika makan bajamba tetap duduk sama rendah dengan semua orang mengikuti acara tersebut.
Kesimpulannya, film pendek ini mengajarkan bahwa menolong dan berbagi dengan tulus adalah sesuatu yang baik dan akan membawa kebahagiaan, seperti yang selalu dilakukan oleh masyarakat Minangkabau dalam kehidupan mereka.
Tidak perlu menunggu orang meminta bantuan jika kita bisa membantu, lakukanlah dengan ikhlas. Seperti dalam film, ketika kebaikan dilakukan tanpa mengharap balasan, sering kali balasannya datang dari arah yang tidak terduga.
Cerita dari film pendek ini memiliki banyak pesan moral yang bisa kita contoh dan di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Yang pertama, Saling tolong menolong.
Kedua berbagi dengan sesama dan yang ketiga ketika kebaikan yang dilakukan tanpa mengharap imbalan dan melakukan dengan tulus sering kali mendapat balasan dari arah yang tidak terduga.
Jangan ragu untuk berbuat baik karena tidak akan merugikan kita. seperti yang selalu dilakukan oleh masyarakat Minangkabau dalam kehidupan mereka.
Saling tolong menolong membuat semua urusan menjadi mudah, apalagi jika dilakukan dengan hati yang ikhlas, dan tidak mengharapkan imbalan. Jika menolong itu jangan lah memandang status sosial orang yang akan ditolong.
Masyarakat Minang tidak hanya membantu sesama dalam komunitas mereka, tetapi juga terbuka untuk menolong siapa saja yang membutuhkan, tanpa memandang suku atau status sosial.
Hal ini terlihat dalam tradisi seperti makan bajamba, di mana semua orang duduk setara dan berbagi makanan bersama.
Seperti kisah dalam film ini, berbagi bukan tentang jumlah atau bentuknya, tetapi tentang ketulusan hati. Dengan saling membantu, kehidupan menjadi lebih ringan, dan kebaikan yang diberikan akan kembali dengan cara yang tidak terduga.
Mari kita jadikan cerita ini sebagai inspirasi untuk selalu berbagi dan berbuat baik, seperti yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Minangkabau.
Kebaikan yang dilakukan dengan tulus selalu membawa berkah, seperti yang digambarkan dalam film pendek ini.
Cerita dua anak yang saling berbagi tanpa pamrih sangat mencerminkan nilai-nilai sosial masyarakat Minangkabau, yang sejak dulu mengutamakan sifat empati, gotong royong dan kepedulian yang tinggi terhadap sesama.
***tulisan atau artikel ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis, bukanlah tanggungjawab redaksi***
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih