Oleh : Suci Ramadhani, Mahasiswa jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas.
![]() |
Hari Raya Idul Fitri selalu menjadi momen yang sangat istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia, tak terkecuali bagi masyarakat Lunang, sebuah nagari yang terletak di Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. (Selengkapnya silahkan dibaca tulisan dibawah ini)
HARI RAYA Idul Fitri tidak hanya dirayakan sebagai hari kemenangan setelah satu bulan berpuasa, tetapi juga dijadikan waktu yang paling tepat untuk mempererat tali silaturahmi serta menjalankan tradisi adat yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Salah satu tradisi adat yang sangat dinanti oleh masyarakat adalah manjalang rumah gadang Mandeh Rubiah.
Tradisi manjalang atau yang dikenal juga sebagai nyalang dalam istilah lokal adalah sebuah prosesi kunjungan adat ke rumah Gadang Mandeh Rubiah yang menjadi simbol dan pusat adat sebuah suku atau keluarga besar.
Di Nagari Lunang, tradisi manjalang ini dilakukan secara khusus ke rumah gadang milik Mandeh Rubiah, seorang perempuan tua nan bijaksana yang dikenal sebagai tokoh adat yang sangat dihormati.
Ia menjaga penjaga nilai-nilai adat dan tradisi yang diwariskan dari nenek moyang. Tradisi Manjalang Rumah Gadang Mande Rubiah merupakan salah satu warisan budaya yang memiliki nilai historis dan spiritual yang mendalam bagi masyarakat Lunang.
Tradisi ini tidak dapat dipisahkan dari pengaruh kuat aliran Syattariyah, sebuah tarekat atau ajaran tasawuf yang berkembang pesat di wilayah tersebut sejak berabad-abad silam.
Prosesi manjalang ini biasanya dilakukan pada hari kedua Idul Fitri, setelah masyarakat menuntaskan hari pertama dengan berkumpul bersama keluarga inti.
Di hari kedua, giliran keluarga besar dan masyarakat luas yang berkumpul dalam sebuah tradisi sakral dan penuh makna.
Tradisi ini tidak hanya menjadi ajang silaturahmi, tetapi juga sekaligus menjadi wujud nyata dari pelestarian budaya Minangkabau yang sarat dengan nilai-nilai kebersamaan.
Sebelum acara manjalang dilaksanakan, dilakukan rapat persiapan yang digelar di Kantor Wali Nagari Lunang. Rapat ini melibatkan para datuk atau ketua adat dari berbagai suku yang ada di Nagari Lunang, antara lain suku Melayu Gedang, Melayu Tengah, Melayu Kecik, Sikumbang, dan suku Chaniago, serta pihak pemerintah nagari.
Rapat ini membahas segala persiapan teknis dan seremonial, mulai dari susunan acara, pembagian tugas, hingga kesiapan anak nagari dalam menampilkan pertunjukan budaya.
Dalam beberapa tahun, tradisi ini juga mendapat perhatian dari pejabat daerah seperti bupati dan wakil bupati Pesisir Selatan.
Meski kehadiran mereka tidak selalu rutin setiap tahun, namun keikutsertaan mereka menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya lokal tetap mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah.
Setelah rapat, kegiatan dilanjutkan dengan prosesi arak-arakan datuk, yaitu iring-iringan para penghulu dan tokoh masyarakat yang berjalan kaki dari kantor wali nagari menuju rumah gadang Mandeh Rubiah.
Arak-arakan ini bukan sekadar seremoni biasa, tetapi mengandung makna simbolik sebagai bentuk penghormatan kepada tokoh adat dan sekaligus bentuk komitmen kolektif terhadap pelestarian adat.
Jarak tempuhnya sekitar satu kilometer, dan selama perjalanan, suasana menjadi sangat khidmat sekaligus meriah karena diselingi dengan musik tradisional dan antusiasme masyarakat yanpeg ikut mengiringi.
Setibanya di rumah gadang, rombongan disambut dengan tari pasambahan, yakni tarian penyambutan khas Minangkabau yang dibawakan oleh anak nagari Lunang.
Tarian ini bukan hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga lambang rasa hormat kepada para tamu, serta bentuk ekspresi budaya yang hidup dan terus berkembang di tengah masyarakat.
Acara kemudian dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, sebagai pengingat bahwa seluruh rangkaian acara adat tetap berlandaskan pada nilai-nilai Islam yang kuat di tengah masyarakat Minangkabau.
Setelah itu, dilanjutkan dengan pidato-pidato dari datuk yang memberikan petuah, nasihat, serta harapan untuk menjaga persatuan dan keharmonisan masyarakat.
Selain itu, anak-anak nagari juga diberi ruang untuk menampilkan pertunjukan seni tradisional, seperti tari-tarian, silek (silat Minang), dan juga pengenalan anak-anak nagari yang berprestasi di tingkat nasional yang telah mengharumkan nama daerah.
Salah satu momen paling khidmat adalah ketika para datuk dan tokoh masyarakat berdiri di bawah jendela rumah gadang, menanti sepatah kata dari Mandeh Rubiah. Kata-kata yang diucapkan beliau biasanya sederhana, namun sarat makna dan nilai kehidupan.
Momen ini menjadi simbol penegasan peran perempuan dalam adat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal, di mana garis keturunan dan kepemilikan rumah gadang diwariskan melalui pihak ibu.
Setelah itu, para datuk dan pemerintah nagari dipersilakan masuk ke dalam rumah gadang untuk mengikuti prosesi makan bajamba, yakni makan bersama di dalam satu wadah besar secara berkelompok.
Makan bajamba adalah simbol dari nilai egaliter dan rasa kebersamaan yang tinggi dalam masyarakat Minang. Semua orang duduk sejajar tanpa membedakan status sosial, karena dalam budaya Minang, kebersamaan lebih utama daripada kedudukan.
Setelah makan, acara ditutup dengan musyawarah adat, yang membahas hal-hal penting terkait kehidupan nagari. Musyawarah ini menunjukkan bahwa dalam sistem adat Minangkabau, setiap keputusan diambil berdasarkan mufakat, bukan paksaan.
Ini mencerminkan semangat demokrasi lokal yang telah dipraktikkan jauh sebelum Indonesia merdeka.
Tradisi manjalang rumah gadang Mandeh Rubiah bukan hanya menjadi upacara adat tahunan, tetapi juga menjadi ruang spiritual, kultural, dan sosial yang sangat penting.
Tradisi ini menyatukan agama, adat, dan kehidupan sosial dalam satu bingkai harmoni. Di tengah arus modernisasi yang deras, masyarakat Lunang membuktikan bahwa tradisi tidak harus ditinggalkan, tetapi justru harus dirawat dan diwariskan kepada generasi muda.
Melalui tradisi ini, nilai-nilai seperti saling menghormati, memuliakan orang tua, gotong royong, dan kekeluargaan terus dijaga dan dijalankan. Inilah kekayaan budaya yang menjadi identitas masyarakat Lunang sekaligus warisan tak ternilai dari para leluhur.
Semoga tradisi manjalang ini tetap hidup dan semakin mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, khususnya di Nagari Lunang.
***tulisan atau artikel ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis, bukanlah tanggungjawab redaksi***
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih